Chapter Bab 121
Bab 121 Theo, Apakah Kamu Jatuh Cinta Padaku?
Theo menunduk untuk menatap Kayla. Dia mengerutkan keningnya. Meskipun dia bersandar di pelukan Theo, matanya tertuju pada Nathan.
Dari sudut pandang Theo, mata Kayla dipenuhi dengan sosok pria di hadapannya itu.
Tangan Theo turun dari bahunya dan mendarat di pinggangnya. Theo mengencangkan Jari–jari dengan kasar untuk mengalihkan perhatiannya.
Mata Theo diselimuti dengan cahaya gelap. “Ayo pergi.”
Dafa sangat pandai menilai situasi, dia menghentikan mobil di samping mereka. Theo hanya perlu mengulurkan tangan untuk membuka pintu mobil.
“Nggak….”
Sebelum Kayla menolak, Theo sudah membawa Kayla masuk ke dalam mobil secara paksa.
Ekspresi Nathan berubah muram. Dia ingin menghentikan Theo, tetapi aksinya dihentikan oleh pengawal yang berada di sisi kiri dan kanannya.
Dalam sekejap. Theo sudah memasukkan Kayla ke dalam mobil. Begitu pintu mobil ditutup, mobil langsung dinyalakan dan melaju meninggalkan rumah sakit dengan kecepatan tinggi.
Di dalam mobil bukan hanya ada Dafa, tetapi juga ada Axel.
Suara Nathan berbaur dengan deru mesin mobil hingga kedua penumpang yang duduk di kursi belakang dengan ekspresi yang berbeda dapat mendengar perkataannya. “Theo, kalau kamu berani memaksanya, aku nggak akan melepaskanmu.”
Dia mengatakan “memaksa“, karena dia tahu dirinya tidak berhak mengatur urusan rumah tangga mereka. Sekalipun hubungan mereka tidak baik dan sedang menjalani prosedur perceraian, selama mereka masih adalah suami–istri, hal tersebut tidak melanggar hukum. z
Dia hanya bisa membantu Kayla melampiaskan amarah kalau Kayla tidak bersedia.
Dibandingkan dengan wanita, pria lebih memahami sesama pria. Cahaya posesif di mata Theo sangat kuat, seolah–olah akan meluap. Sebagai seorang pria, dia tahu betul apa yang akan dilakukan Theo kalau kehilangan kendali dalam situasi seperti ini.
Namun, hal yang dibayangkan Nathan tidak terjadi. Theo tidak melakukan apa pun pada Kayla, dia bahkan langsung melepaskan tangan Kayla ketika menutup pintu mobil ….
Saat ini, mereka duduk bersebelahan dengan jarak setengah meter.
Tidak ada yang berbicara di dalam mobil, bahkan napas semua orang sangat ringan dan hampir tidak terdengar.
+15 BONUS
Kayla menoleh dan melihat Theo sedang memejamkan mata untuk beristirahat. Bulu matanya yang panjang memantulkan bayangan ke wajahnya. Karena dia mengerutkan bibirnya, bayangan yang terpantul ke wajahnya membuatnya tampak makin dingin dan galak.
Axel melirik kaca spion dan melihat mereka berdua seperti musuh yang mendendam satu sama lain. Jadi, dia pun berkata, “Nyonya Kayla, di depan ada apotek. Tolong belikan obat buat Pak Theo untuk mengobati lukanya, lukanya cukup parah. Hari ini dia terus mengadakan rapat dan belum punya waktu ke rumah sakit. Pak Nathan sudah bergabung dengan kemiliteran selama beberapa tahun, apalagi dia bergabung dengan tim yang pelatihannya paling ketat, keterampilan dan tenaganya patut diakui.”
Theo memejamkan matanya. Selain tidak menghentikan Axel, dia juga tidak mengekspresikan ketidaksetujuan.
Dafa telah memarkir mobil di depan apotek. Dia keluar dari mobil dengan hati–hati, lalu membukakan
pintu untuk Kayla.
Kayla tertegun.
Empat mata dari dalam dan luar mobil menatap Kayla. Terutama Axel, dia seolah–olah akan mengatupkan tangannya untuk memohon pada Kayla.
Karena dia takut Kayla akan menolak, dia menyebutkan beberapa nama obat. Jendela mobil terbuka dan suaranya cukup kuat hingga orang–orang yang berada di sekitar apotek pun mendengarnya. Alhasil, makin banyak orang yang menatap Kayla.
Kayla menoleh ke arah Dafa dan dia juga menatap Kayla dengan ekspresi memohon.
Kayla tidak bisa menolak ketika orang tua menatapnya seperti ini. Dia merasa kalau dia tidak setuju. Dafa akan terus berdiri di samping pintu sampai Theo bersuara.
Meskipun dia dijebak, dia tidak membiarkan Axel berbahagia. Dia berkata dengan nada sinis, “Pak Axel, kamu sungguh bekerja keras. Kamu digaji sebagai asisten, tapi melakukan hal yang seharusnya dilakukan oleh seorang ibu.”
Asisten mana yang begitu peduli pada bosnya?
Seorang pria dewasa memohon pada gadis kecil sepertinya, sungguh memaluka
Axel tersenyum masam. Dia tidak mengatakan kalau suasana hati Theo buruk, orang yang menderita adalah asisten yang harus masuk ke kantor direktur sebanyak tujuh belas atau delapan belas kali sehari. Hari–hari yang menakutkan seperti ini sungguh sulit dilalui.
Dia bahkan menduga dirinya akan terkena serangan jantung sebelum pensiun!
Kayla pergi membeli obat. Selain kain kasa, dia tidak tahu peralatan apa yang digunakan untuk mengobati luka luar. Namun, dia sempat melihat obat–obat yang dia ambilkan buat Nathan dan masih ingat beberapa jenis obat.
© +15 BONUS
Setelah masuk ke dalam mobil, Kayla melemparkan obat yang dibeli kepada Theo, lalu mengabaikannya.
Dua puluh menit kemudian, mobil berhenti di depan pintu masuk apartemen. Begitu dia turun dari mobil. Theo pun ikut turun.
Kayla mengerutkan keningnya sambil berbalik untuk memarahi Theo. “Jangan ikuti aku.”
Sekarang dia lapar dan lelah, tidak ingin ditindas oleh Theo lagi..
Theo mengangkat tangannya untuk menunjukkan kantong obat yang baru saja Kayla beli di apotek sambil berkata, “Kamu yang membelinya, slapa lagi kalau bukan kamu yang mengoleskannya?”
“Bukankah kamu mempunyai asisten yang baik? Suruh dia….”
Sebelum dia selesai berbicara, mobil yang masih menyala sudah melaju pergi.
Kayla terdiam.
Theo mengisyaratkan bahwa mobil sudah melaju pergi dan tidak terlihat. “Sepertinya hanya kamu yang bisa membantuku mengoleskannya.”
Kayla pasti tidak akan setuju, tetapi Theo tidak berniat untuk menanyakan pendapatnya. Dia membawa obat dan berjalan menuju tempat tinggal Kayla. Dilihat dari cara berjalannya, dia seolah–olah lebih familier dengan tempat ini daripada Kayla yang tinggal di sini.
Tidak ada yang menghentikannya, satpam bahkan berinisiatif menggesekkan kartu untuk membukakan pintu.
Tamu yang hendak berkunjung harus menunjukkan identitas, tetapi satpam yang bertugas untuk mencatat identitas tamu seolah–olah hanyalah hiasan di hadapan Theo.
Kayla menarik napas dalam–dalam, lalu berjalan. Dia ingin mengabaikan Theo dan langsung pergi ke hotel, tetapi dia tidak membawa KTP.
“Theo, apakah kamu jatuh cinta padaku?”
Theo tidak menanggapinya.
Entah karena tidak ingin jawab, mengaku atau mungkin menurutnya pertanyaan ini sangat konyol dan tidak pantas dijawab.
Di jalanan yang sepi ini, hanya terdengar suara langkah kaki mereka.
Kayla bergumam, “Atau mungkin sebagainya. Intinya sikapmu sungguh mengerikan.”
Mereka akan segera bercerai, siapa yang tidak kesal dengan perubahan mendadak seperti ini?
“Kalau aku jatuh cinta padamu, kamu malah merasa takut?” Suara Theo terdengar sangat dingin. Dia
+15 BONUS
seperti sedang marah, tetapi ketika Kayla menoleh ke arahnya, dia sedang tersenyum tipis.
Kayla menjawab dengan tegas, “Ya.”
Theo mengalihkan pandangannya. “Seindah apa mimpimu semalam sampai membuatmu berkhayal seperti ini?”
Kayla menggertakkan giginya. “Kamu nggak pernah sikat gigi sejak lahir, ya?”
Theo cukup bilang tidak suka dan bicara baik–baik, tetapi malah melontarkan kata–kata sinis seperti ini.
Dia mempercepat langkahnya supaya lebih cepat sampai dari Theo, lalu mengunci Theo di luar. Sekalipun tidak berhasil, dia akan mengambil KTP–nya dan pergi menginap di hotel.
Meskipun dia cepat, Theo tetap lebih cepat darinya.
Begitu pintu dibuka, sebelum Kayla mengulurkan tangannya untuk membuka pintu, Theo sudah duluan
mendorong pintu dan masuk.
Dia menghela napas panjang, lalu meraih dompetnya yang berada di lemari sepatu. KTP–nya ada di
dalam.
Ketika jari–jarinya baru menyentuh dompetnya, pintu di belakangnya sudah ditutup.
Theo meletakkan satu tangannya di balik pintu, lalu menggunakan tangan lainnya untuk merangkul pinggang Kayla. Alhasil, sekujur tubuh Kayla diselimuti oleh napasnya