Chapter Bab 120
Bab 120 Sudah Mau Jadi Mantan Suami
Setelah meninggalkan apartemen Kayla, Nathan langsung pergi ke rumah sakit untuk membalut lukanya. Namun, melihat tatapan Kayla, dia langsung menggelengkan kepalanya. “Belum.”
“Lepaskan maskermu, biar kulihat lukamu.”
Nathan melihat sekeliling dan banyak orang yang berlalu lalang di depan pintu apartemen. “Di sini? Bagaimana kalau kita pindah tempat?”
Ada dua pengawal yang dipekerjakan Theo di belakang Kayla. Kalau mereka melihat luka Nathan bukankah berarti Nathan memperlihatkan kelemahannya di depan saingannya?
“Aku nggak menyuruhmu melepas pakaian, untuk apa pindah tempat? Apa perlu aku menyewakan hotel
untukmu?”
“Bukannya begitu….”
Kayla malas berbasa–basi dengan Nathan dan langsung mengulurkan tangan untuk melepaskan maskernya. Nathan langsung bereaksi ketika Kayla hendak menyentuhnya, tetapi detik berikutnya, dia otomatis meletakkan tangannya.
Dia adalah pria yang kasar. Bagaimana kalau dia terlalu kuat dan tidak sengaja mematahkan tangan
Kayla?
Setelah melepas masker, luka di wajah Nathan pun terlihat. Setelah berlalu satu malam, lukanya tampak lebih mengerikan.
Kayla mengatupkan bibirnya dan termenung selama beberapa detik sebelum membuat keputusan. “Aku
akan membawamu ke rumah sakit.”
Bahkan dengan mata telanjang pun, luka ini terlihat sangat parah. Bagaimana kalau terjadi luka
dalam….
Kalau sampai luka terinfeksi karena tidak diobati, Nathan pasti akan menyesal
Nathan agak kesal. “Bukankah kita sudah sepakat mau pergi makan? Sekarang aku sudah bisa berlari dan melompat….”
Dia pasti ingin mengatakan bahwa dia baik–baik saja, tetapi melihat tatapan galak Kayla, dia pun berubah pikiran. “Bagaimana kalau kita pergi ke rumah sakit setelah makan? Aku sudah memesan restoran.”
Kalau bisa pergi ke restoran mewah untuk mengenang masa lalu dan menikmati momen berduaan, siapa yang bersedia pergi ke ruang gawat darurat yang ramai, bising dan bahkan sulit untuk mendapatkan tempat duduk?
Kayla berkata dengan marah, “Apa makan lebih penting dari nyawamu?”
+15 BONUS
Dia mengambil kunci mobil di tangan Nathan sambil berkata, “Kamu duduk di kursi penumpang.”
Ketika Nathan berjalan menghampirinya, dia menyadari bahwa kaki Nathan agak pincang. “Sudah seperti ini masih berani mengemudi, apa kamu nggak takut menabrak dinding?”
Nathan seperti gadis kecil, dia berjalan di belakang dengan patuh dan membiarkan Kayla memarahinya.
Kayla duduk di kursi pengemudi. Ketika Nathan hendak membuka pintu penumpang, dua pengawal itu mengikutinya dan bahkan berniat untuk membuka pintu belakang. Dia langsung meletakkan tangannya
di depan pintu dengan galak.
Maksudnya sangat jelas!
‘Tidak boleh, pergi sana!‘
Seorang pengawal berkata. “Pak Nathan, kami diperintahkan untuk memastikan keselamatan Nyonya Kayla. Tolong jangan persulit kami.”
“Kalian bukan orang yang kupekerjakan, untuk apa aku memudahkan kalian? Pergi cari orang yang mempekerjakan kalian sana. Ini mobilku, kalau aku bilang nggak, ya nggak. Kalau kalian berani masuk, aku akan melaporkan kalian kepada polisi dengan tuduhan menerobos masuk ke kendaraan orang lain.”
Pengawal itu terdiam.
Mereka bisa saja masuk ke dalam mobil secara paksa, tetapi tindakan mereka akan membuat Kayla marah.
Keduanya saling memandang untuk mengisyaratkan sesuatu. Pada akhirnya, mereka memutuskan untuk mengikuti dari belakang.
Pengawal yang duduk di kursi penumpang menelepon Theo. “Pak Theo, Nyonya Kayla mengantar Pak Nathan pergi ke rumah sakit.”
Meskipun belum sampai di tujuan, tadi mereka mendengar obrolan Kayla dengan Nathan.
Keheningan berlangsung selama beberapa detik. Pengawal itu pun tidak berani bersuara. Didengar dari obrolan Kayla dan Nathan, dia menduga Theo yang membuat Nathan terluka. Kalau seperti itu, Theo mungkin juga terluka.
Namun, Kayla malah mengantar Nathan ke rumah sakit dan tidak menanyakan situasi suaminya sendiri.
Dia bukan hanya tidak peduli, tetapi tadi pagi juga bertengkar dengan Theo.
Pintu apartemen tidak kedap suara, mereka yang berdiri di luar dapat mendengar setiap kata–kata kasar yang dilontarkan oleh Kayla.
Saat ini, mereka takut dibungkam karena mendengar sesuatu yang tidak seharusnya mereka dengar.
Namun, ketika jantungnya berdebar kencang, Theo yang berada di ujung lain telepon menjawab, “Ya, aku
mengerti.”
+ 15 BONUS
Luka Nathan tidak parah, hanya luka luar dan akan otomatis sembuh dalam beberapa hari. Namun, ada beberapa luka yang perlu diganti perban.
Setelah meninggalkan rumah sakit, Kayla menyerahkan obat kepada Nathan. “Ingat, ganti setiap tiga hari. Kalau kamu malas menggantinya sendiri, datanglah ke rumah sakit atau pergi ke klinik untuk meminta bantuan dokter. Jangan terkena air, bisa infeksi,”
Nathan mengambil kantong yang Kayla berikan dengan satu jari sambil mengangkat alisnya, sekujur tubuhnya memancarkan aura maskulin. Kulitnya berwarna kecoklatan karena sering terkena sinar matahari ketika latihan dan tubuhnya sangat kekar.
Pria yang tampak maskulin itu bertanya dengan nada main–main, “Bagaimana caranya mandi?”
“Masa nggak mandi? Kalau sebulan masih belum sembuh, aku pasti akan sangat bau?”
Kayla tersenyum cerah padanya, “Lagian kamu tinggal sendirian, bau pun nggak ada yang tahu.”
Dia bukan hanya tidak diamputasi, lukanya bahkan tidak perlu dijahit, apa mungkin memerlukan
beberapa bulan untuk sembuh?
Setelah berkata demikian, dia langsung berbalik pergi.
Nathan menundukkan kepalanya, lalu segera mengejar Kayla. “Kejam sekali kamu, Bagaimanapun, aku
adalah pasien, sekarang sudah jam tujuh.”
Seorang pria kekar dengan tinggi hampir 190 cm mengeluh dengan manja
Kayla merasa sekujur tubuhnya merinding. “Ngomong baik–baik.”
Nathan berkata, “Aku lapar.”
Kayla pun sudah lapar, dia belum makan siang. Dia mengeluarkan ponselnya untuk mencari tempat
makan di sekitar. “Kamu mau makan apa?”
Nathan membungkuk sambil berkata, “Coba kulihat ada yang enak nggak.”
Saat duduk di bangku SMP, dia pernah mengajari Nathan dan pria itu sering mendekat untuk mendengarkan penjelasannya. Jadi, saat Nathan mendekat untuk melihat ponselnya, Kayla tidak merasa ada yang aneh.
Namun, sebelum Nathan sampai di sampingnya, sebuah tangan tiba–tiba muncul dari belakang untuk mengambil ponselnya, sekaligus merangkul bahunya.
Kayla masuk ke dalam pelukan orang itu dan hidungnya pun diselimuti dengan napas orang itu.
+15 BONUS
Ketika mendongak, dia melihat wajah tegang Theo yang tampak sangat marah. “Dokter sudah selesai memeriksa, Pak Nathan sudah boleh pergi.”
Dia membawa Kayla menjauh dari tempat asal agar tidak terlalu dekat dengan Nathan.
Wajah Theo juga terluka, tetapi hanya di sudut mulut dan pipi kiri. Meskipun lukanya termasuk parah, kalau dibandingkan dengan Nathan yang berada di depannya, lukanya sama sekali tidak mengejutkan.
Nathan mengangkat alisnya. Namun, tindakan ini membuat lukanya tertarik dan dia langsung merintih
kesakitan.
Namun, kondisi Theo juga tidak lebih baik darinya. Semalam, dia memukul tempat yang dilapisi oleh
pakaian. Kalau Theo tidak melepas pakaian, tidak akan ada yang menyadari lukanya.
Nathan sangat percaya diri pada tinjunya, Theo pasti sangat kesakitan!
*Pak Theo sungguh sulit disingkirkan.” Dia menekan jari–jarinya hingga mengeluarkan bunyi retakan.”
Sudah mau jadi mantan suami, masih saja rajin mengikutinya pergi ke mana–mana!”