Chapter Bab 115
Bab 115 Kayla, Kamu Berani
Cahaya licik melintas di mata Kayla. Ujung matanya sedikit melengkung, lalu senyuman sinis pun muncul di wajahnya. Dia tampak seperti seekor rubah kecil yang mencuri sesuatu.
Ketika teringat bahwa Kayla mengatakan dia tidak akan membiarkan Theo memiliki keduanya, Theo pun mengerutkan kening.
Di tengah perseteruan mereka, juru lelang mulai melafalkan angka dengan penuh semangat.
Kayla mengangkat papan nomornya lagi untuk menawar, dia seperti sedang menggoda kucing.
Orang lain yang tertarik dengan gelang ini merasakan adanya api kecemburuan. Semuanya pun berhenti menawar karena tidak ingin menyinggung orang demi sebuah gelang.
Raline menggertakkan giginya dan wajahnya memucat. Tentu saja, dia memahami niat Kayla. Dia tidak menawar lagi dan pada akhirnya Kayla memperoleh gelang itu.
Di tengah acara, Kayla bangkit untuk meninggalkan area pelelangan.
Kayla adalah seorang ahli restorasi barang antik yang sudah sering melihat perhiasan antik yang dipakai oleh orang–orang terkemuka di zaman kuno. Keindahan benda–benda itu tidak dapat dibandingkan dengan perhiasan zaman sekarang yang terbuat dari berlian. Dia melirik ke arah Evi yang berada di sampingnya. Melihat Evi begitu bersemangat, dia pun tidak mengatakan bahwa dia ingin pulang. Dia hanya membungkuk sambil berkata dengan pelan, “Bu, aku pergi ke kamar mandi dulu.”
Evi berkata, “Oke, suruh Theo temani kamu.”
Kayla menolak. Dia tidak mungkin menyuruh Theo menemaninya ke toilet.
Awalnya dia mengira Raline sudah pergi, tak disangka, dia malah bertemu Raline di toilet.
Musuh… memang tidak dapat dihindari!
Kayla mencuci tangan dengan tenang, dia sama sekali tidak merasa bersalah karena memperebutkan gelang yang Raline inginkan.
Raline mengepalkan tinjunya sambil memelototi Kayla. “Kayla, kamu sengaja, ‘kan?”
“Ya,”
Kayla mengaku dengan lugas, dia bahkan tidak mengangkat kepalanya.
“Aku nggak pernah menyinggungmu. Aku memang menyukal Theo, tapi aku bersaing denganmu secara adil….
“Contohnya bersekongkol untuk membeli lukisanku?” Kayla menyelanya dengan kesal. “Raline, hanya dengan hal ini, mencekikmu pun nggak bisa melenyapkan amarahku.”
+15 BONUS
Meskipun pada akhirnya teman–teman kuliahnya meminta maaf secara terbuka karena tidak mempunyai bukti, masalah tersebut telah mencoreng reputasinya. Setelah lulus, dia melamar ke beberapa studio dan perusahaan, tetapi ditolak.
Raline mendengus dingin. “Kayla, apa kamu tahu siapa yang menyebarkan fotornu dan Theo kepada
wartawan?”
Viola sudah mengakuinya secara terang–terangan.
Namun, didengar dari nada bicara Raline, dia seolah–olah memiliki maksud lain. Kayla tidak menjawab.
hanya menatapnya dengan tenang dan menunggunya lanjut berbicara.
“Apa menurutmu di Kota Bapura ini ada yang berani menyebarkan skandal Theo tanpa persetujuannya? Apalagi berlangsung selama beberapa hari….” Dia memandang Kayla dengan bangga untuk melihat perubahan emosi Kayla. Namun, Kayla hanya memampangkan ekspresi cuek, seperti patung. “Saat itu, aku mengabaikannya dan bersikeras pergi ke luar negeri, bahkan putus dengannya. Menurutmu apa
tujuannya menyebarkan foto–foto itu ke media sosial?”
Satu–satunya alasan yang terpikirkan oleh Kayla adalah ingin membuat Raline cemburu dan kembali.
“Kayla, kamu sungguh keji. Untuk apa mempertahankan pria yang nggak mencintaimu?”
Setelah Raline selesai berbicara, Kayla langsung mengangkat tangannya untuk menampar Raline.
Sepertinya Raline tidak menyangka Kayla akan main tangan. Dia membelalakkan matanya dengan kaget sambil mundur beberapa langkah.
Namun, dia lupa kalau dirinya memakai sepatu hak tinggi. Karena panik, langkahnya menjadi terhuyung- huyung dan kakinya pun terkilir.
“Ah….” Dia mengerutkan wajahnya dengan kesakitan. Dia berteriak sambil membungkuk untuk
menggosok pergelangan kakinya yang terluka.
Di tengah proses ini, tangan Kayla yang terangkat pun ditahan oleh sebuah jangan. Berdasarkan tenaga tangan itu, seharusnya orang yang menahannya adalah pria.
Dia dapat menebak siapa yang datang.
Ketika berbalik, dia melihat Theo.
Theo mengerutkan keningnya. Dia menatap Kayla dengan dingin.
Kayla tersenyum tipis sambil berkata dengan pelan, “Kamu dan Raline memang ditakdirkan untuk bersama. Sungguh… menjijikan.”
Theo yang tiba–tiba dimarahi pun marah. Sekujur tubuhnya dipenuhi dengan amarah, dia
menggertakkan giginya sambil meneriakkan nama Kayla. “Kayla, mau buat keributan juga harus tahu batas. Apa kamu nggak tahu tempat apa ini?”
+15 BONUS
Wartawan masih berada di luar. Kalau adegan tersebut difoto dan masuk berita, didukung dengan perseteruan mereka di acara pelelangan tadi, para wartawan pasti akan membalikkan fakta.
Apalagi Raline juga memiliki banyak penggemar. Reaksi kecilnya akan membuat Kayla dihujat habis-
habisan.
Kayla tidak menunggu penjelasan Theo. Dia melepaskan tangannya dengan kesal, lalu berkata dengan lantang. “Karena kalian begitu cocok, menikahlah. Bagaimanapun kita pernah menjadi suami istri, tolong lepaskan aku.”
Theo menatapnya dan mengulangi perkataan sebelumnya. “Jangan harap bisa bercerai. Sejak kita mendaftarkan pernikahan kita, aku nggak pernah berpikir untuk mengubah akta nikah menjadi akta cerai.
Tentu saja. Kayla tidak akan memercayai kata–kata ini. Dulu, sebelum mendaftar pernikahan mereka. mereka menandatangani surat perjanjian cerai yang menyatakan mereka akan bercerai setelah tiga tahun menikah. Kalau Theo tidak berencana untuk bercerai, kenapa menyuruhnya menandatangani
surat perjanjian seperti itu?
Kayla mengeluarkan kunci mobil dari tas, lalu melemparkannya pada Theo. “Sebaiknya kamu nilai sendiri ucapanmu itu. Hantu pun nggak akan percaya.”
Setelah berkata demikian, Kayla langsung pergi. Dia tidak ingin melihat kedua orang ini.
Raline mengalurkan tangannya untuk menopang salah satu kakinya. Pergelangan kakinya membengkak seperti roti kukus, dia pun tidak bersuara dan hanya berdiri diam di samping.
Tidak berkutik setelah terluka akan membuat dirinya tampak lebih menyedihkan.
Theo berkata, “Aku akan menyuruh pelayan hotel mengantarmu pulang.”
“Oke….”
Melihat Theo mengejar Kayla yang pergi menjauh, Raline hampir menggertakkan giginya dengan marah. Namun, dia tidak mengekspresikan kemarahannya. Setelah Theo pergi dan hanya tersisa dia sendirian, dia baru mengerutkan bibirnya dengan kesal.
Adegan ini kebetulan difoto oleh wartawan yang bersembunyi di tengah kegelapan…..
Kayla tidak kembali ke area pelelangan. Dia mengirim pesan kepada Evi untuk mengabari bahwa dial pergi duluan, lalu berjalan meninggalkan hotel.
Sebuah mobil SUV berwarna hitam berhenti di depan pintu hotel. Mobil dalam keadaan nyala dan bergetar. Bahkan terdengar suara dengungan mesin, mobil itu mengalangi separuh pintu masuk.
Saat dia hendak mengumpat orang yang memarkir mobil di sini, jendela mobil diturunkan dan Nathan memiringkan kepala sambil melihatnya. “Masuk, aku akan mengantarmu.”
“Nggak apa–apa, aku naik taksi saja.”
+15 BONUS
Sedekat apa pun hubungan mereka sebelumnya, mereka sudah lama tidak bertemu dan Kayla merasa
agak canggung.
Selain itu, Kayla juga tidak suka merepotkan orang lain.
Nathan melirik ke belakang Kayla dan terlihat Theo melangkah menghampirinya. Nathan bertanya, “Atau kamu mau naik mobilnya?”
Kayla menoleh ke belakang dan bertatapan dengan Theo.
Meskipun mereka tidak berbicara, Theo dapat menebak apa yang terjadi melalui ekspresinya. Theo menatapnya dengan tatapan “kamu berani“.
Kayla yang awalnya masih ragu pun membuka pintu mobil Nathan dan masuk…. z