Chapter Bab 116
Bab 116 Diam–Diam Ingin Menjadi Kekasihnya
Begitu pintu mobil ditutup, terdengar suara deru mobil, lalu mobil SUV besar itu bergegas pergi. Karena Kayla belum memakai sabuk pengaman, mobil tidak melaju kencang, tetapi cukup menggemparkan
seisi hotel.
Ketika Theo sampai di pintu, dia hanya bisa melihat cahaya lampu sein yang melintas di matanya.
Dia memandang ke arah perginya mobil dengan tatapan suram. Dia mengatupkan bibirnya dan sudut bibirnya pun melengkung ke bawah.
Seorang pelayan memapah Raline keluar. “Nona Raline, aku pergi mengendarai mobil dulu. Mohon tunggu sebentar.”
“Oke.” Dia berdiri bersebelahan dengan Theo. Karena kakinya sakit, dia harus bersandar pada kusen pintu untuk mempertahankan keseimbangan tubuhnya. Dia sudah mengganti sepatu hak tinggi yang dipakai sebelumnya dengan sandal hotel sehingga pergelangan kakinya yang bengkak terlihat makin jelas.
Theo melirik Raline sekilas dan bibir tipisnya pun bergerak.
Melihat tatapan Theo, Raline tahu bahwa Theo ingin mengatakan sesuatu. Jadi, dia pun berkata dengan pelan, “Kejarlah dia, nggak usah pedulikan aku.”
Dia memandang ke depan dengan bangga.
“Kenapa dia tiba–tiba ingin memukulmu?”
Suara Theo tetap sedingin dan sepelan biasanya, tidak terdengar sedikit pun emosi di dalamnya, sama seperti saat dia berbicara dengan orang lain.
Akhirnya, Raline pun menoleh ke arah Theo dan matanya masih merah. Pada saat ini, dia menatap Theo sambil tersenyum sinis. “Kamu bukan ingin menanyakan soal cedera di kakiku? Malah ingin mengetahui apa yang kulakukan padanya, lalu menyuruhnya memukulku secara terang–terangan?”
Theo terdiam.
Raline mengangkat kepalanya dan termenung selama setengah menit sebelum berkata, “Pergi tanyakan
padanya.”
Meskipun dia sudah jauh lebih tenang dan berusaha sekuat tenaga untuk menahan diri, suaranya masih terdengar agak emosional, seperti ingin memecahkan sesuatu. “Kamu hanya percaya pada
omongannya.”
Pelayan menghentikan mobil di depan pintu hotel. Raline tidak menunggu pelayan itu turun dari mobil untuk memapahnya, dia langsung berjalan ke arah mobil dengan tertatih–tatih….
+15 BONUS
Di dalam mobil SUV.
Kayla menoleh ke arah Nathan. Hmph, Nathan masih sama seperti dulu. Setiap sel di tubuhnya seolah- olah dipenuhi dengan kata “ayo pukul aku“.
Namun, perasaan familier itu pun kembali….
Kayla memasang sabuk pengaman, lalu bersandar di kursi penumpang dengan santai.
Suasana hati Nathan yang awalnya bahagia karena berhasil bertemu kembali dengan Kayla pun berubah menjadi “wanita yang kucintai sudah menikah dan aku bukan pengantin prianya“. Ketika berbicara, dia terdengar sangat galak. Namun, dia bukan sengaja, melainkan karena dia sudah melatih banyak pendatang baru di tim. Sekarang, dia seperti sedang memarahi orang. “Kenapa kamu nggak menungguku?”
Kayla agak tertekan. “Kapan kamu menyuruhku menunggumu?”
Kalau tahu akan seperti ini … saat itu dia akan langsung menolak Nathan!
Saat itu, seluruh pikirannya tertuju pada bagaimana cara menghadapi Viola dan ibu tirinya. Bagaimana mungkin peduli pada hubungan percintaannya? Lagi pula siapa sangka pria yang dia anggap sebagai
sahabat diam–diam ingin menjadi kekasihnya.
Nathan berkata, “Malam sebelum aku bergabung dengan kemiliteran. Aku bilang setelah aku kembali
nanti, aku akan mentraktirmu makan seumur hidup dan kamu setuju.”
Kayla tertegun.
Wah, preman macam apa ini?
Kayla memiringkan kepalanya sambil bertanya, “Nathan, apa kamu punya pacar selama beberapa tahun
ini?”
Kayla tidak ingin mengkritiknya, tetapi tidak bisa menahan diri.
Namun, Nathan sama sekali tidak memahami maksud dari ucapannya ini. “Aku memintamu
menungguku, bagaimana mungkin aku punya pacar?”
Lagi pula, selain nyamuk betina, orang yang menemani hari–harinya di kamp adalah pria.
Nathan memegang setir dengan satu tangan sambil memainkan pemantik dengan tangan lainnya. Dia sangat tertekan dan ingin merokok.
“Kapan kamu akan bercerai dengan pria itu?”
Dia bertanya dengan santai dan lugas sehingga Kayla otomatis menjawab, “Nggak tahu. Aku harus menunggu tiga bulan lagi untuk menggugatnya.”
Setelah herkata demikian dia hanı cadar bahwa pria di caholahnus ini bukan lani coconrann vann
+15 BONUS
menganggapnya sebagal sahabat.
Sudut bibir Nathan terangkat, suasana hatinya menjadi Jauh lebih baik. “Ayo makan bersama besok. Kalau kamu nggak setuju, aku akan menunggumu di depan rumahmu.”
Ketika masuk mobil, Kayla sudah memberitahukan alamatnya.
Ceroboh!
Namun, Kayla pun berpikir demikian. Setelah sekian lama tidak bertemu, sudah seharusnya mereka makan bersama. Mengenal perasaan Nathan padanya
Mereka sudah tidak bertemu selama bertahun–tahun dan dia sudah menikah, sekalipun dia narsis, dia tidak akan mengira Nathan benar–benar mencintainya.
Mungkin Nathan hanya tidak puas setelah mendengar kabar pernikahannya.
Mobil berhenti di lantai bawah apartemen. Melihat Kayla membuka pintu dan keluar dari mobil, Nathan
ikut turun.
“Kenapa kamu juga turun?”
“Mengantarmu naik ke atas.” Nathan tinggi dan memiliki kaki yang panjang. Dia hanya perlu berjalan beberapa langkah untuk mengitari bagian depan mobil dan sampai di hadapan Kayla. “Sudah gelap. mana tahu ada orang yang membuntutimu dari balik pepohonan.”
“Nggak usah. Keamanan apartemen ini cukup baik, lagian mobil nggak boleh parkir di sini. Kembalilah.”
Dia melambaikan tangannya. Karena takut Nathan akan mengikutinya, dia langsung berlari menuju gerbang masuk.
Terdengar suara deru mobil dari belakang. Kayla otomatis berbalik dan melihat Bentley hitam diparkir di samping mobil Nathan. Tanpa melihat pelat nomor pun, Kayla tahu bahwa mobil itu milik Theo.
Pintu mobil dibuka dan Theo turun dari dalamnya.
Theo masih mengenakan setelan yang dikenakan di acara pelelangan tadi. Dia bahkan tidak mengenakan mantel untuk menghangatkan tubuhnya.
Pria tampan itu menatap lurus ke arah Kayla sambil berjalan menghampiri Kayla.
Namun, sebelum dia sampai di hadapan Kayla, Nathan sudah menghentikannya. “Dia sudah mau tidur, pergilah.”
Theo melihat ke arah lengan yang menghentikannya. Matanya tertuju pada wajah Nathan yang galak karena tuntutan kerja. Dia berkata sambil tersenyum sinis, “Aku itu suaminya, tentu saja tinggal bersamanya. Selain itu, aku harus berterima kasih pada Pak Nathan karena sudah mengantar istrikul
pulang.”
Nada bicaranya terdengar tenang dan pemilihan katanya juga termasuk sopan. Namun, ketika kata–kata
menganggapnya sebagai sahabat.
Sudut bibir Nathan terangkat, suasana hatinya menjadi jauh lebih baik. “Ayo makan bersama besok. Kalau kamu nggak setuju, aku akan menunggumu di depan rumahmu
Ketika masuk mobil, Kayla sudah memberitahukan alamatnya.
Ceroboh!
Namun, Kayla pun berpikir demikian. Setelah sekian lama tidak bertemu, sudah seharusnya mereka
makan bersama. Mengenal perasaan Nathan padanya.
Mereka sudah tidak bertemu selama bertahun–tahun dan dia sudah menikah, sekalipun dia narsis, dia tidak akan mengira Nathan benar–benar mencintainya.
Mungkin Nathan hanya tidak puas setelah mendengar kabar pernikahannya.
Mobil berhenti di lantai bawah apartemen. Melihat Kayla membuka pintu dan keluar dari mobil, Nathan
ikut turun.
“Kenapa kamu juga turun?”
“Mengantarmu naik ke atas.” Nathan tinggi dan memiliki kaki yang panjang. Dia hanya perlu berjalan beberapa langkah untuk mengitari bagian depan mobil dan sampai di hadapan Kayla. “Sudah gelap, mana tahu ada orang yang membuntutimu dari balik pepohonan.”
“Nggak usah. Keamanan apartemen ini cukup baik, lagian mobil nggak boleh parkir di sini. Kembalilah.”
Dia melambaikan tangannya. Karena takut Nathan akan mengikutinya, dia langsung berlari menuju gerbang masuk.
Terdengar suara deru mobil dari belakang. Kayla otomatis berbalik dan melihat Bentley hitam diparkir di samping mobil Nathan. Tanpa melihat pelat nomor pun, Kayla tahu bahwa mobil itu milik Theo.
Pintu mobil dibuka dan Theo turun dari dalamnya.
Theo masih mengenakan setelan yang dikenakan di acara pelelangan tadi. Dia bahkan tidak mengenakan mantel untuk menghangatkan tubuhnya.
Pria tampan itu menatap lurus ke arah Kayla sambil berjalan menghampiri Kayla.
Namun, sebelum dia sampai di hadapan Kayla, Nathan sudah menghentikannya. “Dia sudah mau tidur. pergilah.”
Theo melihat ke arah lengan yang menghentikannya. Matanya tertuju pada wajah Nathan yang galak karena tuntutan kerja. Dia berkata sambil tersenyum sinis, “Aku itu suaminya, tentu saja tinggal bersamanya. Selain itu, aku harus berterima kasih pada Pak Nathan karena sudah mengantar istriku
pulang.”
sassa dan pamilihan katanya juga termasuk sopan. Namun, ketika kata–kata
itu keluar dari mulutnya dan didukung dengan ekspresinya saat ini, kata–kata itu seolah–olah menyiratkan penghinaan yang luar biasa.
+15 BONUS
Nathan pun tersenyum sinis. Namun, berbeda dengan Theo yang masih menahan diri, dia langsung melontarkan kata–kata kasar. “Sekarang kalian sudah pisah rumah. Tinggal bersama apanya? Cepat pergi, kalau nggak aku akan menyuruh polisi menangkapmu karena menerobos masuk ke rumah orang.”
Soal pisah rumah, dia hanya asal menebak. Meskipun apartemen di sini mahal, tidak tersedia dapur dan penghuni tidak diperbolehkan untuk menyalakan api. Biasanya apartemen seperti ini ditempati oleh anak lajang atau pasangan yang baru menikah. Dengan status Theo, Theo pasti memerlukan banyak pelayan di rumah dan sopir yang siaga 24 jam, tidak mungkin tinggal di sini.
“Pisah rumah?” Theo menatap Kayla yang termenung di depan pintu.
Meskipun dia tidak berbicara, maksudnya sangat jelas. Kayla memberitahukan hal ini pada pria itu?
Kayla mengabaikannya dan langsung berbalik pergi.
Theo menyingkirkan tangan Nathan dan hendak mengejar Kayla. Namun, Nathan terus
menghentikannya.
Dia mengerutkan keningnya sambil memperingatkan dengan galak. “Lepaskan aku, pergi dari sini.“