Chapter Bab 72
Bab 72 Kayla Menampȧrnya
Bagian kulit yang digosok Theo dengan ujung jari segera memerah. Kayla yang sedang tidur pun kesakitan hingga membuka matanya. Ketika melihat orang di depannya, dia langsung mengerutkan keningnya sambil bergerak mundur. Dia bergumam dengan kesal, “Theo, jangan sentuh aku….”
Begitu kata–kata ini dilontarkan, seisi ruangan menjadi sunyi senyap, hanya tersisa suara napas mereka.
Tadi Theo masih mencoba untuk menahan amarahnya, tetapi sekarang dia meledak!
Setiap area tubuhnya memancarkan aura yang ganas. Dia menarik Kayla, lalu mencondongkan tubuhnya untuk menimpa Kayla. “Aku nggak boleh menyentuhmu, tapi Davin boleh? Kayla, aku harus bilang kamu pintar karena pandai membangkitkan gairah pria atau bodoh? Di antara begitu banyak pria di Kota Bapura, kamu menyukai sahabatku?”
“Apa menurutmu aku lebih mementingkan wanita daripada sahabat?”
Kayla tidak menjawab. Sekujur tubuhnya ditekan oleh tangan Theo, tetapi dia tidak merespons.
Sepertinya dia ketiduran lagi.
Mata Theo tertuju pada wajah merah Kayla. Dia menelan seteguk air liur sambil membuka tiga kancing
bajunya.
“Tuk tuk….
Tiba–tiba, terdengar suara ketukan pintu yang disertai dengan suara berat pria. “Kayla, apa kamu berada
di dalam?” @
Dia adalah Davin!
Ekspresi Theo berubah muram. Kalau bukan karena wanita di hadapannya ini tidak sadarkan diri, dia
pasti sudah membuat wanita ini menangis!
Setelah beberapa menit, Theo pergi membuka pintu. Sepertinya orang yang mengetuk pintu.agak panik.
Ketika Theo membuka pintu, Davin masih mengetuk pintu. Setelah melihat orang yang membuka pintu
adalah Theo, dia pun kaget. “Theo?”
Melihat bekas luka di leher Theo, Davin pun menyadari bahwa dia … telah mengganggu mereka.
“Kalau ada kamu di sini, seharusnya Kayla baik–baik saja. Maaf telah mengganggumu.”
Dia tidak datang sendirian, tetapi juga membawa dokter.
Theo minggir ke samping sambil berkata, “Masuklah, dia demam tinggi. Biarkan dokter meresepkan obat
untuknya.”
Davin tidak menolak. Dia memang membawa dokter datang untuk mengobati Kayla, dia dapat
+15 BONUS
mendengar ada yang aneh dengan suara Kayla tadi.
Untuk menghindari salah paham, dia tidak mengikuti dokter masuk ke dalam kamar Kayla. Dia tinggal di ruang tamu bersama Theo.
Ketika dokter sedang memeriksa Kayla, Theo memberinya sebatang rokok dan keduanya berjalan menuju jendela. “Dia meneleponmu untuk mengabari dia sakit?”
Davin menggelengkan kepalanya. “Nggak, kebetulan aku mau minta bantuannya. Aku menebak dari
suaranya.”
Theo menatapnya selama beberapa detik sambil tersenyum santal. Wajahnya diselimuti oleh asap rokok. “Kenapa kamu begitu peduli padanya? Kamu menyesal karena dulu nggak membantunya?”
Davin bukan hanya tahu bahwa Kayla sakit, tetapi juga tahu bahwa Kayla pindah dari Vila Aeris ke sini. Selain itu, dia membawa dokter datang karena mendengar ada yang aneh dengan suara Kayla. Dengan
usahanya ini, bagaimana mungkin dia tidak mempunyai motif lain?
Menghadapi pertanyaan Theo, Davin berterus terang. “Bukan menyesal, hanya saja merasa bersalah.
Dulu uang yang ingin dia pinjam cukup besar, aku nggak menyangka dia begitu membutuhkan uang
itu
Terlebih lagi, dia tidak menyangka Kayla akan beralih ke Theo sebelum mendapatkan jawaban pasti
darinya.
“Jadi, kamu berencana mengejarnya lagi? Untuk menebus rasa bersalahmu?”
Davin sedikit mengernyit. Seketika, dia tidak bisa membedakan apakah Theo sedang serius atau
bercanda.
Sudut bibirnya terangkat. “Ternyata kamu juga bisa berpikiran yang nggak–nggak.”
Kayla yang berada di dalam kamar perlahan–lahan terbangun. Dia berbaring diam sambil menunggu dokter menyuntiknya. Karena pintu kamar tidak ditutup, dia dapat mendengar pembicaraan mereka.
Namun, dia tidak tertarik dengan pembicaraan mereka, semua itu sudah berlalu.
Pusing dan rasa sakit yang disebabkan oleh flu sungguh menguras tenaganya. Tak lama kemudian, dia
kembali mengantuk. Dia bahkan tidak peduli dengan jarum yang masuk ke dalam pembuluh darahnya.
Tepat ketika Kayla hampir tertidur, terdengar suara Davin. “Kamu yang menyebarkan audio itu?”
Satu kalimat ini menghilangkan rasa kantuk Kayla.
Audio…. Dia memaksakan dirinya untuk tetap terjaga. Mengingat efek dari penyebaran audio itu, hatinya terasa sakit.
Saat itu, tekanan mental dan hujatan dari warganet membuatnya sangat frustrasi. Dia bahkan harus mengonsumsi obat untuk mengendalikan emosinya.
+15 BONUS
Namun, saat itu dia mengira Davin yang menyebarkan audio itu, jadi dia tidak memperpanjang masalah
ini. Saat ini ….
Theo yang berada di dekat jendela bertanya dengan tenang, “Siapa yang memberitahumu?”
Davin menjawab, “Nggak ada yang memberitahuku. Aku mencari tahu pelakunya, tapi nggak
menemukan informasi apa–apa. Hari ini aku kebetulan teringat akan audio itu, jadi menanyakan
padamu. Bagaimanapun… saat itu kamu juga berada di tempat.”
Ketika Kayla mencarinya, dia sedang membahas sesuatu dengan Theo. Pada saat itu, dia tahu bahwa
Kayla ingin meminta bantuannya, jadi dia menyuruh Theo beristirahat di sofa belakang.
Waktu perlahan–lahan berlalu, tetapi Theo tidak menjawab. Menurut Kayla, Theo sudah mengaku.
Dia menggertakkan giginya. Menyebarkan rekaman suara ke media sosial, bisa–bisanya Theo melakukan hal licik seperti ini… dasar berengsek!
Cairan yang disuntikkan ke tubuh Kayla mulai berdampak. Rasa kantuk melandanya. Dia memejamkan matanya sambil berpikir, “Kalau bukan karena sekarang aku nggak sanggup bangun, aku pasti sudah
mencabut semua giginyal‘
Dasar bajingan!
Keesokan harinya setelah bangun, kondisi Kayla sudah membaik.
Langit mulai cerah, dia mengangkat tangannya untuk menyentuh keningnya. Demamnya sudah mereda dan kepalanya tidak sakit lagi, hanya saja badannya masih agak kaku.
Dia menatap langit–langit di atasnya, lalu pikirannya pun berkeliaran. Akhirnya, pikirannya terhenti padal percakapan Theo dan Davin semalam….
Terdengar suara langkah kaki di ruang tamu. Suara itu terus mendekat hingga akhirnya berhenti di
depan pintu.
Kayla yang merasa diawasi pun menoleh ke arah pintu dan bertatapan dengan mata gelap Theo….
Pada saat ini, Theo menatapnya dengan ekspresi datar. Matanya tampak kelelahan setelah bergadang dan tumbuh sedikit janggut di dagunya.
Pakaiannya masih sama dengan pakaian kemarin, hanya saja kemeja dan celananya sudah kusut.
Kayla tercengang. Dia tidak menyangka Theo masih berada di sini.
Theo malah mengerutkan keningnya sambil berkata dengan suara serak, “Kalau sudah bangun, cepat
bangun. Jangan berpura–pura mati, nggak akan ada yang memungut jasadmu.”
Meskipun kata–kata ini kasar, dia tidak memiliki maksud jahat, hanya terkesan agak kekanak–kanakan.
Namun, Kayla hanya menatapnya dan tidak bergerak.
Harus diakui bahwa Theo memiliki wajah yang tampan hingga membuat Jantung Kayla berdebar kencang. Dia tampan, berwibawa dan elegan, sayangnya dia pemarah.
Melihat Kayla tidak bergerak, ekspresi Theo pun berubah muram. Dia berjalan mendekati Kayla sambil berkata, “Kenapa, kamu kira kamu itu tuan putri yang harus dilayani? Aku menjagamu semalaman.
bagaimana caramu berterima kasih padaku?”
Dia membungkuk, seolah–olah akan menggendong Kayla. Namun, sebelum dia menyentuh pinggang. Kayla, sebuah tamparan mendarat ke wajahnya.