Chapter Bab 30
Bab 30 Hanya Salah Paham
Dia menyebut Davin lagil
“Ini masalah kita, tolong jangan melibatkan orang lain, oke?”
“Saat kamu melibatkan Raline, kamu nggak berpikir demikian.”
Kayla berkata sambil tersenyum sinis, “Apa dia orang lain?”
Theo tidak menjawab. Namun, matanya dengan jelas menyatakan bahwa Kayla sedang mencari
masalah.
“Apa orang lain akan memamerkan kartu kredit darimu? Setiap gesekan menghabiskan uang miliaran?”
Kartu kredit Theo tidak memiliki batas penggunaan. Bagaimana bisa orang lain mendapatkan perlakuan
seperti ini?
Theo mengerutkan keningnya sambil bertanya, “Siapa yang memberitahumu?”
“Tentu saja kekasihmu yang memberitahuku.”
Panggilan “kekasih” ini membuat Theo agak mengernyit. Dia mencubit dagu Kayla dengan jari–jarinya yang ramping, lalu memandang Kayla dengan keheranan. “Bodoh sekali, kamu dibesarkan seperti ini?”
“Theo, kamu….”
Tepat ketika Kayla hendak membantah, pelayan datang untuk menyajikan hidangan. Dia menepis
tangan Theo dan menjaga jarak dengan Theo.
Evi memesankan sebotol anggur untuk mereka. Namun, Kayla tidak menyentuh anggur tersebut, dia
hanya menundukkan kepala sambil makan. Akhirnya, suasana menjadi lebih tenang.
Ketika mereka sedang makan, ponsel Theo berdering. Ponselnya terletak di atas meja sehingga cahaya di layar pun terpantul ke mata Kayla, Kayla kebetulan melihat nama “Raline” muncul di layar.
Melihat hidangan yang bervariasi, Kayla langsung kehilangan nafsu makan dan terus menusuk–nusuk
makanan di piringnya.
Setelah melihat layar ponsel, Theo meletakkan peralatan makannya dan mengangkat telepon. Dia bersandar di kursi sambil bertanya, “Ada apa?”
Setelah beberapa detik, wajah Theo berubah suram. “Baik.”
Dia menutup telepon, lalu berdiri sambil berkata pada Kayla, “Terjadi sesuatu pada Raline, aku pergi lihat
dulu.”
Kayla sudah mempersiapkan diri. Jadi, ketika mendengar kata–kata ini, suasana hatinya tidak berubah. Setiap menerima telepon dari Raline, Theo selalu meninggalkannya.
Dia sudah terbiasa.
+15 BONUS
Selain itu, sekarang, dia sama sekali tidak ingin melihat Theo. Suatu pikiran muncul di benaknya, ‘Nggak rela meninggalkannya, tapi nggak mau berceral denganku? Bukankah lebih baik kalau bisa
mendampingi Raline secara terang–terangan?”
Tempat duduk mereka berada di dekat jendela. Melalul kaca bening. Kayla dapat melihat Theo membungkukkan badan untuk masuk ke dalam mobil.
“Kayla?” Pada saat ini, terdengar suara yang familier dari atas kepalanya.
Kayla mendongak. Ketika melihat Davin berdiri di hadapannya, dia pun tertegun sejenak sebelum
berkata, “Kebetulan sekali, kamu datang makan ke sini?”
Hubungan mereka cukup dekat. Kalau tidak, dulu Davin tidak akan menjadi orang pertama yang Kayla
pikirkan saat membutuhkan bantuan.
Ketika meminta bantuan, orang lain berhak menentukan apakah ingin membantu. Kayla bukanlah orang yang pendendam, dia tidak membenci Davin hanya karena tidak membantunya.
Kalau soal audio… mungkin memang salah paham. Karena Davin sudah bilang demikian, dia tentu akan
percaya.
“Temanku yang membuka restoran ini. Aku datang untuk membahas sesuatu dengannya.” Melihat dua set peralatan makan di atas meja, Davin pun melihat sekeliling. “Kamu datang bersama Theo?”
Kayla otomatis menyangkal, “Bukan, dengan seorang teman. Dia ada urusan, baru saja pergi.” (2
Sebenarnya, dia tidak ingin orang tahu bahwa suaminya menelantarkannya sendirian di restoran.
Davin terdiam selama beberapa detik dan tidak membongkar kebohongan Kayla. “Kebetulan aku belum makan, apa kamu keberatan untuk makan bersama?”
Sembari bertanya, Davin sudah duduk. Kayla yang hendak menolak dengan sopan pun terpaksa berkata, “Nggak keberatan.”
Davin memanggil pelayan dan menyingkirkan semua makanan yang hampir belum disentuh, lalu memesan beberapa hidangan lagi. “Cobalah hidangan khas ini.”
Sebenarnya, tadi Kayla sudah makan cukup banyak, tetapi menghadapi keadaan seperti ini, dia terpaksa mengangguk.
Pada saat yang sama, Theo yang berada di bawah masuk ke dalam mobil, lalu memerintahkan Paman Dafa, “Pergi ke Kompleks Huda.” 1
Sebelum Paman Dafa menyalakan mobil, dia mengeluarkan kepalanya dari jendela untuk melihat langit. Tuan Muda, bukannya Nyonya Kayla makan bersamamu? Berdasarkan prediksi cuaca, hari ini akan hujan deras. Dilihat dari langit yang gelap ini, mungkin akan segera turun hujan.”
+15 BONUS
“Setelah mengantarku ke sana, kembalilah untuk menjemputnya.”
Theo mengeluarkan ponselnya dan ingin mengirim pesan untuk menyuruh Kayla menunggu di restoran, tetapi mengingat emosi Kayla saat ini… wanita itu mungkin tidak akan patuh. Jadi, dia terpaksa mengambil payung dari dalam mobil dan keluar
Di restoran, Davin memandang Kayla yang duduk termenung di seberangnya. Dia bertanya dengan santal, “Raut wajahmu kurang baik, apa terjadi sesuatu?”
Kayla tidak merasa dirinya menunjukkan kesedihannya, tetapi setelah mendengar pertanyaan Davin, dia otomatis menyentuh wajahnya.
Melihat reaksi spontannya, Davin tersenyum lembut. Dia mengisi semangkuk sup dan menaruh sup itu di dekat Kayla. “Apa perlu bantuanku?”
Kayla tahu bahwa Davin hanya berbasa–basi, dia juga tidak benar–benar ingin meminjam uang dari Davin. Bagaimanapun, 600 miliar bukanlah jumlah yang kecil.
Namun, di tengah suasana yang mendukung, dia pun memegang dagunya sambil bercanda, “Bantuan? Kalau begitu, pinjamkan aku 600 miliar, ya?”
Davin terdiam.
Dia memandang Kayla, seolah–olah sedang memprediksi apakah Kayla serius. Setelah beberapa detik, dia pun bertanya, “Kalau kamu kekurangan uang, kenapa nggak minta dari Theo? Dia mampu memberikanmu uang ini.”
Kayla menunduk hingga cahaya redup yang menyinari wajahnya membuatnya tampak makin putih.
Benar, Theo tidak kekurangan uang, tapi dia menghabiskan semua uangnya untuk menghidupi Raline!
Memikirkan hal–hal yang merisaukan itu, dia pun berhenti berbicara dan mulai minum anggur. Tak lama kemudian, dia hampir meminum habis sebotol anggur yang dipesan Evi. Sekarang, dia sudah mabuk dan tidak memedulikan apa–apa lagi, perlahan–lahan wajahnya mulai memerah.
Davin tidak melarangnya minum. Terkadang, minum–minum adalah salah satu cara untuk menenggelamkan kesedihan dan melampiaskan amarah.
Kayla mengangkat botol anggur dan ingin menuangkan anggur ke gelasnya, tetapi dia sadar bahwa gelas Davin masih kosong, jadi dia menuangkan segelas untuk Davin.
“Ayo minum bersama?”
Kayla mengangkat gelasnya sambil tersenyum centil. Pria mana pun akan tertarik pada senyuman itu.
Bagaimanapun, Davin adalah pria normal.
Davin menyadari bahwa dirinya terpana. Tepat ketika Davin mengangkat gelasnya dan hendak menyesap seteguk anggur, terdengar suara dingin dari belakang, “Kamu berani meminum anggur yang
dia tuangkan?”