Chapter 384: Salah Mengartikan Undangan
Christina terus menerus beristirahat di pelukan Randika, baginya ini sangat hangat dan nyaman. Ketakutannya perlahan menghilang.
Dia merasa bahwa pelukannya ini membuat dirinya dapat melupakan segala keburukan di dunia ini.
Melihat wanita cantik di pelukannya ini, Randika tersenyum dan bertanya dengan suara yang lembut. "Sudah baikan?"
Christina hanya mengangguk pelan, kemudian tiba-tiba Randika memeluk pinggangnya dengan kuat dan menggendongnya.
"Ah!"
Christina mendesah pelan ketika Randika tiba-tiba menggendongnya, wajahnya berubah menjadi merah ketika melihat sosok pria ini dari dekat.
"Aku masih bisa jalan!" Kata Christina sambil tersipu malu.
"Kamu tidak usah sok kuat begitu, sekali-kali andalkan aku sepenuhnya." Kata Randika sambil tersenyum.
Wajah Christina benar-benar malu, dia tidak menjawab sama sekali. Randika lalu berjalan sambil menggendong menuju rumah Christina.
"Aku besok ada kelas, lebih baik kamu menurunkanku di sekolah saja." Kata Christina.
"Baiklah." Randika mengangguk. Dia lalu membawa Christina ke jalan yang ramai dan memanggil taksi.
Ketika supir taksi itu melihat Randika, dia terdiam seribu bahasa. Dia belum pernah melihat pelanggan yang pamer seperti ini. Dasar anak muda, mau jadi apa dunia ini!
Christina memiliki kamar di asrama sekolah. Kamar ini merupakan fasilitas gratis yang diberikan oleh tempat kerjanya itu. Jika dia tidak memiliki kelas di pagi hari, dia akan pulang ke rumahnya. Jika ada kelas pagi, dia akan menginap di kamarnya tersebut. Hal ini sangat memudahkan dirinya.
Di dalam taksi, Christina tidak pernah berhenti memeluk lengan Randika. Hanya dengan cara inilah dia merasa aman.
Ini adalah ketiga kalinya dia diselamatkan oleh Randika.
Pertama adalah ketika mereka pertama kali bertemu, Randika telah menyelamatkannya dari penyakit dadanya. Kedua adalah ketika dia diculik oleh pelaku penyelundupan manusia. Pada saat itu, Christina merasa bahwa hidupnya telah berakhir. Namun tanpa diduganya, Randika datang menyelamatkan dirinya.
Dan yang ketiga kalinya adalah hari ini. Jika saja Randika telat 1 menit saja, mungkin pembunuh itu sudah mencabut jantungnya dari tubuhnya.
Memikirkan hal ini, Christina kembali ketakutan dan tidak berani mengingat-ingatnya lagi.
Setelah keluar dari dalam taksi, Randika kembali menuntun Christina.
Secara perlahan, Randika membawa Christina ke asrama. Ketika Randika membukakan pintu kamarnya, hati Christina benar-benar merasa lega.
"Apa kamu mau ganti baju dulu?" Tanya Randika.
Christina mengangguk pelan. Ketika dia melihat pakaian yang dikenakannya, stoking yang dia pakai telah robek-robek dan bajunya penuh dengan tanah. Tetapi dia merasa sangat beruntung karena bsia lepas dari genggaman si pembunuh berantai tersebut.
Ketika Christina selesai ganti baju, penampilannya jauh lebih baik tetapi sayangnya masih ada rasa panik di matanya.
"Kalau begitu, aku pergi dulu ya." Kata Randika sambil tersenyum. "Beristirahatlah dengan baik."
"Tidak…�� Tiba-tiba Christina meraih bajunya. "Jangan pergi…"
Jangan pergi?
Randika memikirkan kata-kata tersebut dengan sangat baik. Apakah Christina sudah benar-benar jatuh cinta dengan dirinya sampai-sampai tidak mau berpisah dengannya?
Pada saat ini, Randika teringat ketika Inggrid diculik oleh Shadow. Kejadian mereka berdua ini mungkin sedikit mirip, kedua kejadian itu pasti meninggalkan trauma yang hebat bagi mereka berdua. Jadi kesimpulannya adalah Christina pasti masih merasa takut. Bagaimanapun juga, hati seorang perempuan mudah ketakutan jadi tidak heran dia butuh seseorang untuk menenangkan hatinya.
Randika mengedipkan matanya, hatinya menjadi panas. Terlebih lagi, Christina sudah mengganti bajunya dengan baju santai yang menonjolkan kedua dadanya itu. Kedua lengan putihnya yang menggantung di udara, dua kaki panjang yang mulus membuat Christina terlihat sexy.
"Baiklah aku tidak akan pergi." Kata Randika. "Bagaimana kalau kamu mandi dulu?"
Ini semacam pertanyaan jebakan, jika dia setuju maka Randika pasti akan menginap malam hari ini.
"Aku tidak mau mandi, aku hanya ingin bersamamu." Wajah Christina masih menunjukkan tanda-tanda panik, sosok pembunuh itu masih terpampang jelas di benaknya.
Oh, tidak perlu mandi? Kamu ingin langsung?
Randika mengedipkan matanya. Yah, nanti kita juga akan berkeringat jadi tidak apa-apalah, pikirnya.
"Baiklah." Randika dengan cepat mengangguk dan membuka jaket yang dia pakai.
Dia lalu perlahan membuka bajunya dan memperlihatkan otot-ototnya yang kekar itu.
Sepertinya, Randika salah mengerti arti dari kata-kata Christina.
"Ran, kamu…" Christina benar-benar kehabisan kata-kata. Namun pada saat ini, Randika mulai mencopot celananya.
"Mau apa kamu melepas celanamu?" Wajah Christina benar-benar terlihat bingung.
"Lha kalau tidak telanjang gimana caranya melakukannya coba?" Kecepatan Randika benar-benar luar biasa, hanya perlu 3 detik untuk dirinya bercelana dalam saja.
Hah? Melakukan apa?
Christina masih bingung. Namun, Randika yang hanya bercelana dalam itu mulai berjalan menghampiri Christina, dia menggendongnya dengan paksa dan membawanya ke kasur.
"Hei, mau apa kamu!" Christina benar-benar bingung.
"Tentu saja melakukannya di kasur, kamu memangnya mau di lantai?" Randika tertawa dan menindih Christina dari atas. Tempat tidur itu mulai mengempes karena berat kedua orang ini.
Randika memulainya dari bagian dada, Christina langsung ingin memarahinya. Tetapi, dia merasa bahwa ini memang salahnya karena berkata yang sangat ambigu bagi Randika.
"Ran, maksudku bukan ini." Christina menangkap kedua tangan Randika yang baru saja mulai memainkan dadanya.
Apanya yang bukan?
Kedua tangannya itu baru 2 detik merasakan kedua gunung itu ketika dia mendengar kata-kata Christina barusan.
"Aku masih ketakutan, aku ingin kamu menemaniku sampai aku tidur." Kata Christina.
"Jadi kamu tidak ingin tidur denganku?" Randika benar-benar depresi. Jadi dia salah memahami undangan Christina ini?
Randika yang telanjang dada itu ingin berdiri, tetapi lehernya dipeluk oleh Christina dengan erat.
Randika jelas kebingungan, tetapi detik berikutnya Christina berbisik di telinganya. "Peluk aku dengan erat.
Tentu saja, Randika yang penuh nafsu ini melakukannya bagai anjing yang baik. Dia memeluk tubuh sexy dan empuk ini, kedua dadanya yang besar penyet di dadanya.
Namun setelah mereka berdua berpelukkan, tidak ada kelanjutannya sama sekali. Randika masih menunggu langkah berikutnya tetapi itu tidak kunjung datang. Dia berusaha melirik Christina tetapi perempuan itu rupanya menutup kedua matanya.
Hmm? Kenapa tidak lanjut?
Randika terus berpikir di dalam benaknya, dia mulai menggerakkan kedua tangannya. Ketika tangannya itu mulai berusaha melepaskan baju Christina, tiba-tiba Christina memeluknya lebih erat.
"Jangan." Suara Christina terdengar sedih. "Aku hanya ingin berpelukkan denganmu."contemporary romance
Randika berhenti dan melupakan segala hal nakal di benaknya. Sepertinya kejadian hari ini benar-benar membuat Christina ketakutan. Ini bukanlah waktu yang tepat untuk melakukannya.
Randika mulai tenang, untuk sesaat kamar asrama ini penuh dengan keheningan. Keduanya tidak bergerak sama sekali, mereka hanya berpelukkan dalam keadaan diam di atas kasur. Sinar rembulan menerangi kedua pasangan ini dengan hangat.
Setelah 10 menit, Randika dengan lembut memanggil namanya. Tetapi, tidak ada respon.
Randika melirik dan menyadari bahwa Christina sepertinya sudah tertidur.
Dengan sangat perlahan, Randika melepas pelukannya dan menyelimuti Christina. Setelah mencium keningnya, Randika pergi dan menutup pintu kamarnya dengan rapat.
done.co