Tidak Ada yang Tidak Mungkin, Jangan Pergi Full Episode

Chapter Bab 102



Bab 102 Permintaannya
Finno mematung sebelum membalik badannya. “Ada apa?”
“A... aku tidak mau tinggal di rumah sakit.” Vivin melihat ke arahnya sambil cemberut. “Aku selalu benci berada di rumah sakit.
Selain itu, lihat aku: lukaku ini kecil tidak perlu sampai harus menginap di sini. Aku boleh pulang, ya?”
Finno mengernyit. “Lebih aman jika kau tinggal di rumah sakit. Bagaimana kalau lukanya infeksi? Bagaimana jika ada virus atau
bakteri pada pisau itu?
Vivin terdiam.
Dia seorang pria yang sibuk. Dia tidak mungkin ada waktu memikirkan hal itu.
Tahu bahwa Finno tidak bisa dirayu dengan paksa, dia mencoba pura-pura memelas. “Finno, aku benar-benar tidak apa-apa.
Terlebih kau akan ada bersamaku. Jika lukaku terinfeksi, kau dapat memanggilkan dokter untukku, bukan?”
Alis Finno turun. Dengan lembut Vivin lanjut menambahkan, “Terlebih lagi, rumah sakit sedang kekurangan tempat tidur
sekarang. Tidak pantas untukku menggunakan kamar ini sedangkan aku baik-baik saja, bukan?”
Hati Finno melunak melihat usaha Vivin merayu meyakinkannya. “Baiklah. Aku akan antar kau pulang sebelum pergi ke kantor.”
Vivin bersorak di dalam hatinya saat melihat Finno menyiapkan kepulangannya. Tak lama, dia sudah berada di dalam Bentley
hitam milik Finno.
Di perjalanan pulang, Vivin terpikir akan sesuatu. “Oh iya. Finno, apa yang terjadi dengan orang yang mencelakaiku?”
“Aku telah menyiapkan pengacara untuk serius menangani kasus ini.” Saat dia teringat akan laki- laki itu, ekspresi Finno
berubah dingin. “Tenang saja. Aku tidak akan biarkan dia bebas.”
Kalau saja bukan karena si bodoh Fabian yang telah melibatkan polisi ke dalam masalah ini, aku pasti sudah membuat hidup
orang itu sengsara.
Vivin mengernyit. “Finno, jangan berlebihan. Membuat orang itu taku saja sudah cukup.”
Finno berbalik menatap Vivin. “Dia telah melukaimu. Apa kau tidak marah?”

“Sedikit,” gumam Vivin, “Tetapi pada akhirnya, mereka hanyalah orang-orang yang patut dikasihani. Mereka meninggalkan
apapun demi bekerja di kota dan ujung-ujungnya tetap tidak mendapatkan apa-apa. Jadi, mereka mencoba membalas dendam
pada kita. Mereka depresi dan frustasi. Tentu saja, cara mereka salah, tetapi orang jahat yang sesungguhnya itu adalah si
manajer senior itu. Aku hanya mau memberinya pelajaran agar dia tahu kesalahan apa yang sudah dia lakukan.
1/3
Finno melirik ke arah Vivin, dia tidak menyetujui, juga tidak menyangkal. Dia hanya mengatakan, “Aku mengerti. Kita sudah
sampai. Kau istirahat, ya.”
Seketika Vivin sadar bahwa dirinya sudah tiba di Villa. Dia keluar dari mobil.
Sesaat Vivin keluar dari mobil, Noah, yang duduk di bangku depan, berbalik dan bertanya, “Tuan Normando, apa yang akan kita
lakukan pada orang yang sudah menyerang Nyonya Wiliardi?”
“Beritahu pengacara untuk melepaskannya. Setelah dia ke luar, beri dia pelajaran,” perintah
Finno.
Menyerahkan orang yang sudah melukai wanitaku ini ke pihak polisi itu adalah jalan yang terlalu mudah untuknya untuk kabur..
Tidak kaget dengan jawaban Finno, Noah mengangguk, tetapi apa yang dikatakan Finno setelahnya justru di luar dugaan.
“Setelah kau beri pelajaran, lepaskan dia. Kemudian kau cari mereka di bagian manajemen, dapatkan bukti korupsi yang
dilakukan, dan buat mereka membayar hutang perusahaan dengan aset pribadi mereka. Suruh mereka bayar gaji para pekerja
juga.TM
Noah terdiam. Dia menatap tidak percaya pada Finno.
Sejak kapan Tuan Normando bisa bersikap baik seperti ini? Aku tidak percaya dia sangat peduli dengan gaji para pekerja.
Finno tidak memedulikannya. Dia hanya menyaksikan Muti berjalan menuju pintu dan membantu Vivin masuk ke dalam rumah.
Finno bukanlah orang yang suka membantu orang.
Bagaimanapun juga, kali ini berbeda: ini adalah permintaan Vivin.
Laki-laki yang melukai Vivin harus membayar kesalahannya. Namun, Vivin iba padanya, sehingga Finno akan melakukan seperti
yang diinginkan Vivin dan menolong para pekerja.

Sejauh itu adalah keinginan perempuan itu, ia akan lakukan untuknya.
Di kediaman keluarga Normando
Fabian tengah menghitung penjualan majalah dengan isu panas itu. Namun, entah berapa kali sudah dia menghitung,
jumlahnya selalu salah. Akhirnya, ia mendorong laptopnya dan bersandar pada kursinya.
Sial!
Sudah berhari-hari. Sejak Vivin cedera karena melindunginya, pikirannya selalu menerawang.
Apapun yang dilakukannya, wajah cemas Vivin ketika dia berlari ke arahnya terus muncul dalam
2/3
benaknya.
Pikirnya dia bukan lagi Vivin yang pernah kenal, tetapi ia telah menyelamatkan hidupnya.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.