Chapter Bab 48
Bab 48 Kehangatan di Tengah Malam
Theo dapat merasakan napas Kayla. Tubuhnya menjadi kaku, dia sontak mengerutkan keningnya sambil mendorong Kayla. “Perhatikan tindakanmu, ini tempat umum.”
“Bukankah kamu yang duluan menciumku? Kalau bukan untuk memanasi Raline, apa kamu kira aku akan menciummu?‘
Kayla memutar bola matanya. “Dasar bajingan.”
Raline mendengar kata–kata kasar ini dan mengira Theo akan marah. Menurut Raline, semua tindakan Kayla seolah–olah sedang menguji kesabaran Theo, tapi…..
Theo tidak marah. Dia hanya berkata dengan ekspresi datar, “Bagaimanapun kamu adalah nyonyal Keluarga Oliver, jangan bertindak seperti gadis kecil.”
Kayla berpura–pura tidak mendengar perkataan ini.
Karena kondisi fisik yang kurang baik, Evi mudah capek. Setelah bersosialisasi sejenak, dia naik ke atas untuk beristirahat. Meskipun dia pergi, pesta belum berakhir. Semua orang datang ke pesta ini untuk Keluarga Oliver, terutama Theo yang merupakan pemegang kekuasaan saat ini.
Kayla tidak ingin berkeliling sambil menggandeng tangan Theo, jadi dia duduk di sofa ruang tamu sambil
memegang segelas anggur.
Melihatnya datang, orang–orang di sofa pun berdiri untuk menyapanya. “Nyonya Kayla, hari ini kamu
cantik sekali!”
Kayla mengangguk, tetapi dia tahu bahwa orang–orang ini sedang memuji Nyonya Oliver, bukan Kayla.
“Nyonya Kayla, kamu ahli restorasi? Kebetulan di rumahku ada beberapa barang antik yang rusak karena
sudah disimpan terlalu lama. Apakah kamu boleh membantuku memperbaikinya?” Orang yang berbicara
tidak punya barang antik, dia berkata demikian hanya untuk menyanjung Kayla agar bisa mendapatkan
perhatian Theo.
Bagaimanapun, semua orang sudah menyaksikan kemesraan Kayla dan Theo!
Kayla tidak langsung menolak. Bagaimana mungkin dia menolak hal yang menghasilkan uang? Dia pun
berkata, “Aku baru pemula, belum tentu bisa memperbaikinya.”
Sebagus apa pun keahliannya, dia bukan dewa. Kalau sudah hancur lebur, dia tidak mungkin bisa
memperbaiki benda itu.
Orang itu buru–buru mengangguk. Kayla pun bersikap santai dan sama sekali tidak terlihat seperti menantu keluarga kaya yang sombong. Dia mulai bersosialisasi.
Pesta ulang tahun Evi diadakan di rumah dan tentu saja tamu yang diundang bukanlah orang biasa.
“Nyonya Kayla, kamu nggak seharusnya menyudahi masalah itu begitu saja. Jelas–jelas, wanita itu melemparkan tanggung jawabnya. Bagaimana mungkin begitu kebetulan? Seharusnya kamu bersikeras sampai akhir agar semua orang bisa melihat betapa munafiknya wanita itu.”
Orang–orang di sekitar pun menimpali, “Dia pasti memanfaatkan waktu bertelepon untuk bersekongkol dengan orang lain. Orang zaman sekarang sungguh nggak tahu malu!“
Kayla bersandar di sudut sofa. Dia sedikit mabuk dan malas berbicara. Namun, orang–orang di sampingnya terus mengajaknya mengobrol.
Kayla hanya menjawab “ya” untuk membungkam mulut mereka.
Tak lama kemudian, keduanya benar–benar diam. Tepat ketika Kayla mengira dia bisa beristirahat
dengan tenang, kedua orang itu tiba–tiba berdiri sambil memanggil, “Pak… Pak Theo.”
Hanya sedikit orang yang berani menghadapi Theo, terutama ketika dia menunjukkan ekspresi datar. Melihat tatapan Theo tertuju pada Kayla, mereka pun segera pergi.
Kayla yang suasana hatinya kurang baik pun menjadi kesal ketika melihat Theo. Dia hampir memampangkan kata “aku benci kamu” di wajahnya. “Kenapa kamu datang lagi?”
Hari ini Theo terus muncul di hadapannya. 1
Theo berkata dengan suara berat, “Kalau aku nggak datang, aku mana bisa tahu menantu yang dianggap berpendidikan oleh Ibu menggosipkan orang lain dari belakang?”
Kayla dapat mendengar ketidaksenangan dari ucapan ini. “Kapan kamu mendengar ….”
Dia berhenti sejenak untuk melihat sekeliling ruang tamu. Setelah memastikan bahwa Raline tidak
berada di sini, dia pun mengerti dan berkata dengan nada sinis, “Kenapa? Kekasihmu bunuh diri karena ditindas? Itu sebabnya kamu buru–buru membantunya melampiaskan amarah?”
Wajah Theo memucat dan sudut bibirnya dipenuhi dengan amarah. “Kayla, kapan kamu menjadi begitu jahat?”
“Memangnya kenapa kalau aku jahat? Lagian aku akan segera bercerai. Daripada kamu mengajari mantan istrimu cara berperilaku yang baik, sebaiknya kamu pergi membujuk kekasihmu. Kalau dia
bunuh diri di sini, para tamu akan kaget.”
Kayla hanya ingin mengusir Theo. Kalau bukan karena mempertimbangkan perasaan Evi, dia sudah pulang ke rumah kontrakannya untuk tidur. Bagaimana mungkin masih berada di sini?
Melihat sikap Kayla tidak berubah, Theo pun teringat akan pembicaraan kedua orang itu. Dia menegaskan, “Kerusakan lukisan itu nggak ada hubungannya dengan Raline.”
Kayla mengerutkan keningnya. “Kamu tahu dari mana?”
Theo bukan orang yang suka memberi penjelasan. Namun, setelah beberapa detik terdiam, dia pun berkata dengan sabar, “Tadi Karin sudah bilang bahwa dialah yang nggak berhati–hati.”
+15 BONUS
Kayla mendengus dingin. “Mungkin Raline yang salah, Karin hanyalah kambing hitam.”
Segala sesuatu bisa terjadi. Apalagi telepon itu datang di saat yang begitu tepat.
“Dia nggak seperti itu.”
Nada tegas ini
Kayla dapat melihat betapa Theo memercayai Raline.
Kayla tidak tahu emosi apa yang melanda hatinya, tetapi siapa pun yang menyaksikan pria yang disukai membela wanita lain pasti akan kesal, bukan?
Dia memejamkan matanya dan malas mendengarkan penjelasan Theo lagi. Dia memiringkan kepalanya ke sofa sambil berkata, “Oke, aku sudah ngantuk.”
Arti tersembunyi dari kalimat ini adalah “pergi dari sini!”
Theo menatap Kayla untuk cukup lama. Melihat Kayla bersandar di sofa sambil memejamkan mata. suatu amarah tiba–tiba melanda hatinya. Namun, Kayla tidak melakukan hal yang keterlaluan, Kayla hanya tidak ingin berbicara dengannya.
Dia menahan amarahnya sambil berkata dengan tenang. “Jangan buat malu, tidurlah di atas.”
Kayla memang sedang menantikan kata–kata ini. Detik berikutnya, dia langsung berdiri dan berjalan ke atas. Langkahnya sangat cepat hingga angin pun berembus di bawah kakinya…
Sesampainya di kamar, dia langsung mandi dan tidur.
Dia tidak tahu kapan pesta ulang tahun berakhir, dia hanya tahu tengah malam tadi tubuhnya terasa hangat. Seolah–olah ada benda hangat yang menempel di punggungnya dan kehangatan ini
membuatnya merasa sangat tidak nyaman. Dia mencoba meronta, tetapi ada yang menahan tangan dan kakinya hingga dia tidak bisa bergerak.
Untungnya, perasaan ini segera menghilang. Mungkin hanya mimpi buruk….
Keesokan harinya, Kayla dibangunkan oleh alarm. Dia hanya sendirian di kamar dan seprai di sampingnya masih rapi. Tidak ada tanda–tanda orang tidur di sampingnya.
Theo tidak tidur di sini semalam.
Pikiran ini membuatnya termenung. Theo berakting seperti pasangan suami istri yang sempurna di pesta, tetapi tidak kembali ke kamar untuk tidur.
Pria yang munafik!
Setelah mengganti pakaian, dia pun keluar dari kamar dan kebetulan pintu di sebelahnya juga terbuka. Davin keluar dari dalamnya