Chapter Bab 131
Bab 131 Mengganggunya
Theo dan anjing….
Ini adalah pertanyaan malapetaka, Jawaban apa pun akan mendorong Kayla masuk ke dalam jurang.
Untungnya, Theo sudah melewati masa pubertas. Melihat Kayla tidak ingin membahas hal ini, dia pun tidak lanjut membahas hal ini.
Dia menutup pintu, lalu berjalan mengitari kap mobil dan masuk ke kursi pengemudi.
Suasana di dalam mobil menjadi agak aneh. Theo memandang ke depan dengan ekspresi datar, seolah- olah sedang menghindari orang asing, sedangkan Kayla tiba–tiba membisu dan tidak mengucapkan kata -kata yang membuat Theo kesal lagi.
Dia baru saja meminum segelas madu di rumah tua dan sekarang dia agak haus. Dia mengambil sebotol air mineral yang belum dibuka dari kota penyimpanan di samping. Ketika dia hendak menutup tutup botol, dia menyadari Theo sedang menatapnya.
Kayla tertegun. Dia mengangkat air mineral di tangannya sambil bertanya, “Kamu mau minum?”
Theo hanya mendengus dingin, maksudnya tidak jelas.
Kayla mendelik Theo dengan galak, lalu membuka tutup botol dan mendekatkan botol ke bibirnya. Namun, tatapan dari orang di sampingnya sangat kuat dan sulit diabaikan.
Dia menyerahkan air di tangannya sambil berkata, “Nah.”
Namun, Theo malah menghindarinya. “Bukannya kamu bilang keterampilanku buruk? Kenapa sekarang malah mencoba untuk menyenangkanku?”
Kayla terdiam.
Dia sungguh muak pada isi pikiran Theo, tetapi dia bisa memaklumi hal ini. Keluarga Oliver adalah keluarga terhormat dan Theo adalah anak tunggal. Oleh karena itu, Theo.dikelilingi oleh orang jahat sejak kecil
Kayla mengabaikan Theo. Dia mengangkat kepalanya untuk menyesap air mineral. Air dingin mengalir dari tenggorokan ke perutnya hingga membuatnya menggigil kedinginan.
“Ya, aku salah. Pemula nggak pantas dikasihani, basmilah aku.”
Theo tercengang.
Sesampai di lantai bawah apartemen, mobil langsung berhenti. Kayla keluar dari mobil dan berjalan dengan cepat, seolah–olah ada binatang buas yang mengejarnya.
Malam ini sangat sunyi, hanya terdengar suara desiran angin yang berembus melalui dedaunan. Selain
itu, lampu jalan juga diselimuti oleh kabut hingga membuat cahaya menjadi makin redup.
Bulan menyinari langit yang gelap. Selain satpam yang bertugas, hanya ada dua sampai tiga pejalan kaki yang berlalu lalang.
Kayla tinggal di gedung paling dalam. Angin dingin berembus mengenal kulitnya, seperti sayatan pisau. Dia memeluk pakaiannya dan menundukkan kepalanya sehingga dagunya terbenam di syalnya.
Di malam yang sunyi, Kayla mendengar suara langkah kaki yang ramai. Begitu mendongak, dia melihat beberapa pria berambut pirang di depan. Mereka mengenakan pakalan modis dan terus mengucapkan kata–kata kasar, tidak terlihat seperti orang baik.
Jalanan sangat lebar. Kayla berjalan di sebelah kanan dan sekelompok orang itu berjalan di sebelah kiri. Tidak ada persimpangan di jalanan ini, tetapi seiring berjalan, dia menemukan bahwa orang–orang itu perlahan–lahan mendekat ke arahnya….
Dia mengangkat kepalanya dan kebetulan bertatapan dengan salah satu dari mereka. Orang itu. menyeringai padanya hingga gigi yang menguning karena asap rokok pun terlihat.
Dia tidak mengenal orang itu, tetapi ekspresi nakal di wajah orang itu membuatnya ketakutan.
Kayla menoleh ke arah pintu masuk. Karena cuaca malam ini sangat dingin, semua satpam yang bertugas duduk di dalam ruangan….
Saat ini, Theo baru saja selesai merokok. Setelah bau di dalam mobil menghilang, dia baru menyalakan mobil dan hendak pergi.
Ketika melirik kaca spion kanan dan kiri, sudut matanya tidak sengaja tertuju pada kursi penumpang dan seberkas cahaya menyinari matanya.
Dia melihat dengan saksama… yang tersangkut di antara kursi dan kotak penyimpanan adalah sebuah gantungan logam.
Mungkin karena Kayla pergi dengan terburu–buru, dia tidak sengaja menjatuhkan benda itu atau mungkin benda itu putus.
Theo mengeluarkan tangannya untuk mengambil benda itu. Memang benar, benda itu putus, sambungan rantainya pun terbuka.
Theo mengerutkan keningnya. Setelah memainkan benda itu sejenak, dia pun keluar dari mobil dan berjalan memasuki apartemen.
Di tengah perjalanan, dia melewati sekelompok anak muda yang saling merangkul, Wajah Theo berubah dingin ketika mendengar kata–kata yang tidak menyenangkan.
Setelah berjalan beberapa langkah lagi, dia melihat Kayla yang berdiri di pinggir jalan.
Theo mengerutkan keningnya sambil berjalan menghampiri Kayla. “Ada apa?”
Kayla kaget. Ketika berbalik dan melihat orang yang datang adalah Theo, sekujur tubuhnya menjadi
rileks, Dia menggelengkan kepalanya. “Nogak apa–apa.”
Dia otomatis melirik ke arah sekelompok orang yang berjalan peral itu…..
Dia baru saja merasakan niat jahat dari orang–orang itu dan mengira mereka akan melakukan sesuatu padanya. Apalagi jalanan sangat lebar, tetapi mereka tiba–tiba menyeberang dari kiri ke kanan, hal ini sangat aneh.
Pada akhirnya… mereka tidak berjalan melewatinya.
Hingga saat ini, bau alkohol di tubuh mereka masih tercium.
Theo mengikuti pandangan Kayla. Dia menatap punggung sekelompok orang itu dan wajahnya menjadi sangat tegas. “Kenapa? Mereka mengganggumu?“
“Nggak.” Kayla menggelengkan kepalanya, lalu mengerutkan kening. “Kenapa kamu mengikutiku?”
Mendengar nada bicara Kayla, mata Theo berubah muram. Dia melemparkan gantungan di tangannya sambil berkata, “Simpan baik–baik. Kalau kamu begitu ceroboh lagi, aku akan langsung membuangnya,”
Kayla mengambil benda itu dan menemukan bahwa itu adalah gantungan tas yang dia beli ketika
berjalan–jalan ke pasar malam, bukan sesuatu yang berharga,
“Buang saja, lagian benda ini nggak berharga, sudah putus juga.” Dia berjalan ke tong sampah dengan santai, lalu membuang benda itu.
Melihat tindakannya, Theo pun mendengus dingin. “Hmph….”
Dia berbalik pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Ketika melewati pos keamanan di pintu masuk, dia bertanya, “Apakah beberapa orang yang baru keluar
itu adalah penghuni apartemen ini?”
Beberapa orang itu sangat menarik perhatian, tanpa perlu Theo jelaskan pun, satpam tahu siapa yang
ditanyakan oleh Theo.
*Bukan, mereka datang untuk mencari orang. Mereka belum pernah datang sebelumnya.”
“Ya.” Alis Theo masih berkerut, dia sama sekali tidak terlihat tenang.
Melihat reaksinya, satpam pun menjadi gugup. “Pak Theo, keamanan di apartemen kami sangat baik. Selain konfirmasi ke pemilik apartemen, kami juga mencatat identitas setiap orang yang berkunjung.”
“Kalau sudah konfirmasi ke pemilik, berarti pengunjung bukan orang jahat? Mencatat identitas bisa mencegahnya melakukan pembunuhan?”
Satpam itu terdiam.
Sekelompok orang itu tidak tampak seperti orang baik dan juga melontarkan kata–kata kasar, tetapi apa hubungannya dengan pembunuhan?
+15 BONUS
Namun, satpam itu tidak berani menanyakan hal ini pada… Theo.
“Ada yang mengawasi kamera pengawas selama 24 jam. Selain di dalam rumah, semua tempat dipasang kamera pengawas, dijamin nggak ada titik buta di seluruh apartemen ini.”
Theo menatapnya dengan dingin. “Sekalipun kalian melihat ada yang sedang melakukan pembunuhan di kamera pengawas, saat kalian pergi ke sana, bukankah korban sudah menjadi mayat?”
Satpam itu tertegun.
Wah, apakah dia datang mencari masalah!
Tempat ini adalah apartemen, bukan vila pribadi. Tentu saja, ada berbagai macam penghuni. Mereka tidak mungkin menangkap orang hanya karena penampilannya yang mencurigakan, bukan?
Mereka adalah satpam, bukan guru yang berjaga di gerbang sekolah untuk mengawasi murid.
Namun, Theo tidak merasa ada yang salah dengan kata–katanya. Dia tetap menatap satpam itu hinggal membuat satpam itu ketakutan, bercucuran keringat dingin dan terbata–bata. “Eh… bagaimana kalau kami lakukan patroli? Bergantian memeriksa lantai bawah dan atas.”
Setelah beberapa saat, Theo pun menjawab, “Ya.”
Jawaban ini menenangkan satpam yang gugup itu. Setelah Theo pergi, dia baru menghela napas panjang…..
Sial mengerikan sekali!