Chapter Bab 109
Bab 109 Sakit Bukannya Mencicit
Kayla agak tertegun. Namun, setelah melihat sepatu flat di dalam kotak, dia menyadari apa yang ingin dilakukan oleh Theo.
Dalam sekejap, pergelangan kakinya sudah dipegang oleh Theo….
Suhu tangan Theo agak tinggi. Dia bahkan bisa merasakan sentuhan Theo melalui lapisan celananya. Kayla menggerakkan kakinya dengan canggung sambil berkata dengan pelan, “Biar aku saja.”
Biasanya, adegan yang muncul dalam drama ini membuat tokoh utama kaget hingga menganga. Namun, ketika terjadi di dunia nyata, dia malah merasa canggung, apalagi ada dua orang yang sedang menatapnya. Dia sungguh ingin mengurung Theo di dalam vila!
Melihat cahaya iri di mata mereka, mereka pasti merasa adegan ini sangat romantis!
Kayla harus mengakui bahwa dialah yang aneh. Pasti karena orang yang berbuat seperti ini adalah Theo, Kayla merasa canggung karena Theo bukan tipe pria yang akan melakukan hal romantis seperti ini.
Theo menunduk. Dari sudut pandang Kayla, selain bisa melihat bulu matanya yang panjang dan tebal, Kayla juga bisa melihat garis hidung dan rahangnya. Ketika merasakan perlawanan Kayla, dia pun mengerahkan sedikit tenaga sambil mengangkat alisnya. Dia mengerutkan keningnya sambil berkata dengan kesal, “Jangan bergerak.”
Sepatu dilepas dengan mudah. Kulit Kayla putih dan lembut, setelah sepatu dilepas, luka di tumit dan pergelangan kakinya pun terlihat. Darah mengalir dari area luka dan kulit di sekitar area itu pun
memerah.
Berdasarkan alur drama romantis, seharusnya Theo menatap lukanya dengan tidak tega. Namun, kenyataannya pria bodoh itu malah berkata sambil tersenyum sinis, “Kayla, kenapa kamu bodoh sekali?
Sudah dewasa begini sakit pun nggak mencicit?”
“Aku bukan tikus, ngapain mencicit? Bagaimana kalau kamu mencontohi dulu?” Kayla menarik kakinya dari genggaman Theo. Dia sudah membulatkan tekadnya, kalau Theo masih enggan untuk melepasnya,
dia akan langsung menendang Theo!
Namun, entah karena dia terlalu kuat atau Theo yang melepasnya, dia berhasil melepaskan kakinya
dengan mudah.
Pelayan toko itu membeli sepasang sepatu kets dan juga sepasang kaus kaki berbahan katun. Namun, ketika melepas kaus kaki, dia tetap akan kesakitan karena kaus kaki dan lukanya menempel.
Ketika Kayla hendak memakai sepatu flat itu, Theo tiba–tiba memegang tangannya dan bertanya pada
pelayan toko di samping, “Apa ada plester?”
Kedua pelayan toko yang sedang tertawa kegirangan pun berdiri tegak. Setelah menjawab Theo, mereka
US
langsung pergi ke laci kasir untuk mengambil plester.
Kayla berencana untuk menempelkannya sendiri, tetapi Theo yang mengambil plester itu. Melihat Theo merobek dan menempelkan plester pada lukanya dengan terampil, suatu emosi yang rumit menyelimuti hatinya. “Terampil sekali, sepertinya kamu sering melakukannya.
Selain Kayla, satu–satunya wanita yang dekat dengan Theo adalah Raline. Tanpa perlu dipikirkan pun Kayla tahu siapa yang mengajari Theo hal–hal seperti ini.
Kayla dapat menjamin bahwa dia mengatakan kata–kata seperti ini hanya karena emosi, tidak berniat untuk mengolok–olok Theo.
Theo sekalian membantunya memakai kaus kaki. Gerakannya sangat terlatih. “Ini hanyalah hal umum yang dikuasai oleh banyak orang, nggak usah berpikir aneh–aneh.”
Kayla terdiam.
Theo mengganti jas bunga berwarna hijau yang Kayla pilih untuk mempermainkannya, lalu memilih setelan yang biasa dia pakai. Setelah membayar tagihan, dia pun mengeluarkan sejumlah uang dari dompetnya dan menyerahkan uang itu kepada pelayan toko yang membantu Kayla membeli sepatu, bisa dibilang ini adalah tip.
Saat Kayla hendak berdiri, Theo otomatis membungkuk untuk menggendongnya.
Lift berada tepat di samping. Theo menggendongnya sampai ke lantai pertama, lalu memberitahukan lokasi mereka pada Dafa dan menyuruh Dafa datang menjemput mereka.
Sembari menunggu, Theo tiba–tiba berkata, “Nggak.”
Kayla keheranan. “Apanya yang nggak?”
“Aku nggak pernah menempelkan plester pada siapa pun dan juga nggak pernah membelikan orang sepatu.”
Kayla tercengang.
Kemudian, Theo mengantarnya sampai ke bawah apartemen. Setelah melihatnya masuk ke dalam. Theo pun pergi ….
Keesokan paginya, tersebar berita bahwa Viola sudah diusir dari Perusahaan Montana. Tak lama kemudian, berita itu pun menjadi salah satu dari tiga pencarian utama.
Umumnya, orang biasa sepertinya tidak akan menimbulkan pengaruh besar seperti ini. Namun, skandal penindasan itu sangat menggemparkan. Perusahaan Montana harus melakukan sesuatu untuk menyelamatkan perusahaan, jadi mereka pun mengambil tindakan agar warganet tahu bahwa … Viola tidak memiliki hubungan dengan Perusahaan Montana lagi.
Dalam video tersebut, satpam mengusir Viola dari gedung Perusahaan Montana, bahkan melemparkan barang–barangnya. Dia tampak seperti anjing jalanan yang malang, bukan gadis yang sombong seperti
biasanya lagi.
Kayla hanya membaca sekilas, lalu meninggalkan halaman berita tersebut.
Dia tidak takut Viola datang mengganggunya. Sejak kejadian itu, satpam tidak akan membiarkan Viola masuk lagi. Sekalipun berkelahi, dia bisa mengalahkan Viola dengan satu tangan.
Semua ini berkat pengalaman, memang benar berlatih dapat meningkatkan kemampuan.
Bagian kakinya yang terluka kemarin masih sakit. Hari ini, Kayla tidak berencana untuk keluar, Vas yang sedang dia perbaiki akan segera selesai. Dia ingin menyelesaikannya dalam dua hari ini, lalu kembali bekerja ke Studio Yunox.
Sayangnya, tidak semua hal berjalan sesuai rencana. Sekitar pukul lima sore, Martin meneleponnya.
Suara yang terdengar dari sambungan telepon terdengar sangat ramah. “Kayla, Ayah sudah kembali.
Ayo makan bersama malam ini.”
Tanpa perlu ditebak pun Kayla tahu mengapa Martin tiba–tiba kembali, Martin bahkan tidak mengabari bahwa dia akan kembali, tetapi tiba–tiba mengajaknya makan malam.
“Makanlah sendiri, aku sibuk.”
Martin berkata, “Sibuk sampai nggak punya waktu untuk bertemu dengan Ayah?”
Nada menyalahkan ini…..
Kayla sangat kesal. Meskipun ayahnya menjadi berengsek setelah menikah dengan ibu tirinya, bukan berarti dia tidak pernah disayangi oleh ayahnya. Ketika ibunya masih hidup, ayahnya sangat
menyayanginya. Setelah beberapa tahun berlalu, mendengar ayahnya menegurnya dengan nada seperti ini, dia tetap merasa sedih dan kecewa. 1
Dia menjawab, “Ya.”
Martin marah sampai tidak bisa berkata–kata. Setelah terdiam selama beberapa detik, dia pun berkata, ” Kalau begitu aku bicara dengan Theo saja.”
Kayla hendak menutup telepon. Namun, ketika mendengar ucapan ini, dia pun bertanya, “Kamu mengajak Theo?”
“Tentu saja, Theo adalah menantuku. Wajar kalau aku mengajaknya makan bersama.”
Kayla menggertakkan giginya sambil berkata, “Kirimkan alamatnya.”
Dia tidak khawatir Theo akan ditindas oleh Martin. Rubah berumur seribu tahun dan kura–kura berumur puluhan ribu tahun sama–sama sulit dihadapi. Dia hanya takut dua orang ini bersekongkol untuk menjebaknya!
Sekarang Martin ingin mendapatkan uang untuk menyelamatkan Viola. Kalau Theo meminjamkan uang. Theo pasti akan memintanya melunasi utang tersebut. Saat itu tiba, Theo pasti akan mencari alasan
untuk menindasnya lagi, dia tidak mungkin bisa memenangkan gugatan cerail
Setelah mendapatkan alamat, Kayla segera pergi. Ketika pelayan membawanya ke ruangan pribadi, terdengar Martin berbohong dengan lancar. “Sejak kecil, hubungan Kayla dan Viola sangat baik. Sekarang kalau dia tahu adiknya yang dia sayangi ditindas orang, dia pasti akan sangat sedih!”