Chapter Bab 1
Bab 1 Kontrak Perceraian Resmi Berlaku
“Kayla, lihat baik-baik, siapa aku?”
Lampu menyala. Setelah melihat wajah pria di samping dengan jelas, Kayla Sandio langsung membelalakkan matanya!
“Theo? Kok jadi kamu?!”
Pria itu mencengkeram dagunya sambil berkata dengan dingin, “Setelah tidur denganku, seharusnya kamu tahu aku bukan orang yang mudah dihadapi.”
“Bukan seperti itu, aku salah ….”
Kayla berusaha kuat untuk melepaskan diri, tapi semuanya sudah terlambat. Rasa sakit yang luar biasa menyerangnya, dia benar-benar lenyap di tengah kegelapan ….
Setelah itu, Theo Oliver melemparkan sebuah kartu kepada Kayla, tetapi dia malah menampar Theo!
Theo menyentuh sudut bibirnya, lalu berkata sambil tersenyum sinis, “Bukannya ini yang kamu mau, hah?”
Kalimat itu benar-benar menghancurkan Kayla. Sekarang, dia bahkan tidak punya kesempatan untuk menyesal.
“Theo, aku nggak mau uang, aku mau kamu menikahiku!”
Tiga tahun kemudian, di Vila Aeris.
Kayla sedang menonton berita hiburan yang disiarkan di TV, penari bernama Raline Narta terjatuh dari panggung dan situasi menjadi kacau.
Seorang pria yang mengenakan jas berjalan melalui kerumunan dengan ekspresi dingin, lalu menggendong wanita yang terluka itu dan langsung meninggalkan lokasi kejadian.
Meski hanya sekilas, setelah tiga tahun menikah, sekalipun dia berubah menjadi abu, Kayla tetap dapat mengenalinya.
Semalam … pria inilah yang berbaring di atas kasur dan mengatakan dia akan pulang lebih awal.
Kayla menoleh untuk melihat makanan dingin di atas meja. Semua itu adalah hasil kerja kerasnya sepanjang sore.
Kayla berdiri dan berjalan ke meja makan, lalu menuang semua makanan itu ke tong sampah.
Terdapat dua benjolan di punggung tangannya yang halus, agak konyol jika dibandingkan dengan sikap cueknya saat membuang makanan.
Setelah membuang makanan, Kayla naik ke lantai atas dan mulai berkemas.
Ketika dia dan Theo menikah, dia ingat bahwa mereka juga menandatangani surat perceraian dengan ketentuan waktu tiga tahun. Saat itulah Raline pergi bersekolah ke luar negeri.
Meski masih tersisa tiga bulan dari waktu yang disepakati, Raline pulang lebih awal, berarti kontrak perceraian sudah resmi berlaku, bukan?
Kayla menurunkan kopernya dari atas, lalu menelepon Theo sebelum pergi.
Terdengar suara kasar seorang pria dari sambungan telepon, “Ada apa?”
Mendengar suara dingin ini, jari-jari Kayla yang sedang memegang ponsel pun memucat, Theo seolah-olah sudah melupakan janji yang dibuatnya tadi malam.
Namun, hal ini sudah diduga. Apa kata-kata pria saat berada di atas ranjang dapat dipercaya?
“Apa kamu sudah makan?”
Theo seolah-olah tidak ingin menjawab pertanyaan membosankan ini, setelah terdiam selama beberapa detik, dia pun menjawab, “Kalau nggak ada urusan lain, kuakhiri dulu. Aku sibuk.”
Jawaban yang singkat dan padat. Setelah itu, dia langsung mengakhiri panggilan.
Kemudian, Kayla pergi dengan mengendarai mobil. Dia memilih mobil paling mahal di garasi.
Awalnya, tumpukan mobil mewah yang terparkir di garasi tampak biasa saja. Namun, saat mulai berkendara di jalan, perasaan sombong pun muncul.
Dia langsung pergi ke hotel bintang tujuh yang paling mewah di kota. Sesampainya di sana, dia mengeluarkan kartu hitam kepada resepsionis sambil berkata, “Kamar Presidensial, pesan untuk tiga bulan.”
Resepsionis itu tersenyum sambil mengambil kartu hitam yang diberikan. “Baik, Bu. Totalnya 30 miliar. Anda memesan Kamar Presidensial kalau Anda keluar lebih awal, Anda akan dikenakan denda sebesar 30%.”
Ekspresi Kayla tidak berubah. “Gesek kartu.”
Besok, dia mungkin tidak akan bisa menghabiskan uang Theo lagi.
Kontrak perceraian yang dibuat oleh pengacaranya adalah harta dibagi dua. Namun, kalau Theo tidak setuju dan bersikap keras padanya, mungkin dia akan diusir tanpa mendapatkan apa-apa.
Bagaimanapun, tim hukum Perusahaan Oliver mencakup orang-orang terhebat di seluruh industri, mereka dapat melakukan apa pun.
Oleh karena itu, selagi dia masih menyandang status sebagai Nyonya Oliver, dia harus memanfaatkan kesempatan untuk menghabisi uang Theo.
Lagi pula, kalau Kayla tidak menghabiskan uang Theo, selingkuhan pria itu akan merasa beruntung.
Setelah menggesek kartu, resepsionis itu menyerahkan kartu dengan hormat dan berkata, “Nona, ini adalah kartu kamar Anda, silakan diterima!”
Pada saat ini, tatapan orang-orang di sekitar pada Kayla seolah-olah sedang melihat konglomerat berlapis emas ….
Di luar ruang operasi rumah sakit.
Ketika melihat notifikasi penggunaan kartu kredit, Theo agak mengernyit, bukan karena nominalnya, tetapi karena pihak penerima uang adalah hotel bintang tujuh.
Dia mengerutkan keningnya dan hendak menelepon Kayla. Namun, pada saat ini, dokter mendorong Raline keluar dari ruang operasi.
Raline masih mengenakan baju dansa, lengannya tergores dekorasi panggung saat terjatuh. Kini, dia sudah dijahit dan terlihat sangat kasihan.
Selain itu, wajahnya lebih pucat daripada selimut di bawah badannya.
Theo menyimpan ponselnya, lalu berjalan menghampiri dokter sambil bertanya, “Dokter, bagaimana lukanya?”
“Ada sedikit gegar otak, banyak memar di jaringan lunak tubuh dan trauma ringan pada tulang belakang. Tapi, dilihat dari hasil pemeriksaan, nggak terlalu parah.”
Meski tidak mengalami luka berat, Raline jatuh dari ketinggian yang cukup tinggi sehingga wajahnya masih sangat pucat.
Dia memandang dokter sambil bertanya dengan cemas, “Apa ini akan memengaruhi karierku di kemudian hari?”
Dokter menjawab dengan hati-hati, “Tergantung pemulihanmu. Kemungkinan ini nggak bisa dipungkiri.”
Mata Raline memerah, tetapi dia tetap menatap Theo sambil berkata, “Theo, terima kasih untuk hari ini. Pulanglah dulu, aku bisa sendiri ….”
Sebelum dia selesai berbicara, dokter menyela dengan serius, “Nggak boleh, harus ada yang menjagamu. Gegar otak ringan juga berisiko, jangan dianggap remeh.”
Raline menggerakkan bibirnya dan ingin mengatakan sesuatu, tetapi Theo duluan berkata, “Malam ini, aku akan tinggal di sini. Tidurlah dengan tenang.”
Mereka sudah lama kenal, tentu saja Raline memahami sifat Theo. “Kalau begitu, aku akan merepotkanmu. Tapi … apa aku perlu menelepon Kayla untuk menjelaskan?”
Insiden ini sedang menjadi topik utama, seharusnya Kayla sudah melihat berita.
Theo terdiam selama beberapa detik, lalu mengerutkan keningnya sambil menjawab dengan kesal, “Nggak usah.”
Theo tinggal di rumah sakit sampai dini hari. Pembantu di rumah sudah mulai membersihkan rumah. Melihat Theo pulang, pembantu itu buru-buru berkata, “Pak, Anda baru pulang? Apa perlu saya siapkan sarapan?”
“Ya.”
Theo tidak tidur semalaman dan sekarang agak sakit kepala. Dia mengusap keningnya sambil menanyakan keberadaan Kayla dengan santai, “Mana Nyonya?”
“Sepertinya Nyonya sudah pergi ke kantor. Pas datang, saya sudah nggak melihatnya.”
Theo tidak suka keberadaan orang asing di rumah, jadi pembantu tidak tinggal di rumah.
Theo melihat jam tangan. Biasanya, jam segini Kayla masih sarapan, Jadi, hotel yang dipesan semalam untuk dirinya sendiri?
Kayla tidak pulang semalaman.
Ekspresi Theo berubah muram, tetapi pembantu tidak menyadari hal itu. Ketika membawakan sarapan, dia memegang sebuah dokumen di tangannya. “Pak, tadi ini diberikan pengurus vila. Katanya dikirimkan untuk Bapak.”
Alamat rumah Theo dirahasiakan dan biasanya semua paket dikirim ke perusahaan. Selain itu, sekretarisnya akan memeriksa terlebih dahulu dan hanya menunjukkan kepadanya kalau benar-benar perlu.
Karena sedang senggang, Theo tidak terlalu mempermasalahkan hal ini. Theo langsung menerima dokumen itu dan membukanya.
Kata-kata “Kontrak Perceraian” di bagian atas membuat ekspresi muram Theo berubah menjadi dingin. Dia melirik sekilas isi dokumen. Ketika melihat bagian pembagian properti, dia pun menyeringai. “Hitungannya cukup detail.”
Semua rumah, mobil, uang tunai dan saham atas namanya dibagi dua.
Theo bergumam, “Berani sekali.”
Pembantu di samping terdiam. Tentu saja, dia melihat kata “Kontrak Perceraian”. Sekarang, dia sungguh ingin menghilang dari muka bumi.
Theo memegang surat itu sambil mengeluarkan ponselnya untuk menelepon.
Terdengar suara wanita yang masih mengantuk dari ujung telepon lain, “Ada apa?”