Chapter Bab 1309
Bab 1309 Pintu terkunci
Setelah menangani keempat orang ini, Reva tidak berhenti di sana.
Dia bergerak lagi dan berjalan ke kamar sebelah.
Di kamar ini, hanya ada satu pria dan wanita.
Pria itu menekan seorang gadis dari atas tubuhnya dan sedang melakukan kekerasan terhadapnya.
Gadis itu tampak masih muda. Dia meronta dan berusaha untuk melawannya dengan sekuat tenaga namun yang dia dapatkan justru beberapa tamparan dari pria itu.. Sambil menangis, si gadis berusaha keras untuk mencengkeram dan mempertahankan pakaian di tubuhnya. Dia berusaha melindungi kesuciannya dengan sekuat tenaga. Namun si pria itu sama sekali tidak memedulikan semua hal itu. Semakin si gadis itu berteriak. dan tampak sengsara, semakin senang pria itu, dia tersenyum dengan lebar. Reva melangkah maju dan mencengkeram leher pria itu kemudian mengangkatnya dari tempat
tidur.
Pria itu ingin melawan namun Reva sudah menyeretnya ke dinding dan mencekik lehernya kemudian membenturkan kepalanya ke dinding. Kepalanya yang dibentur berkali-kali dan berturut-turut itu tampak berlumuran dengan darah dan akhirnya dia roboh ke lantai dan pingsan.
Reva melanjutkan aksinya. Dia melakukan dan mengulang hal yang sama di setiap kamar yang ada di sana.
Di sepanjang perjalanannya Reva terus maju dan bertarung dengan semua orang
itu.
Semakin berjalan semakin marah juga dirinya sehingga serangannya juga menjadi semakin agresif.
Dan hingga akhirnya Reva tiba di kamar terakhir.
Jeritan suara yang terdengar dari tempat ini adalah yang paling kencang.
Reva mengintip melalui celah pintu. Di dalam tempat ini adalah sebuah aula dan luasnya sekitar 300 meter persegi.
Tampak ada sekitar selusin pria di dalamnya.
Di antara mereka, tampak ada seorang pria jangkung dengan pelipisnya yang menonjol dan sedang duduk di depan meja sambil menyesap tehnya.
Ada selusin lebih kandang besi di sekitarnya dan tampak ada 20 lebih gadis yang dikurung di dalam kadang besi itu.
Di sisi lain tampak ada beberapa rangka besi.
Dan di rangka besi itu tampak ada beberapa gadis yang sedang digantung di sana dengan beberapa orang pria yang sedang memukuli mereka.
Dapat dilihat bahwa di tempat inilah mereka menyiksa gadis-gadis itu.
Gadis-gadis ini terus dipukuli dan diteriaki hingga para gadis-gadis yang berada di dalam kandang besi tampak gemetaran dan wajah mereka pucat pasi.
Setelah dipukul untuk beberapa saat lalu si lelaki jangkung itu melambaikan tangannya, "Sudahlah, jangan dipukul lagi!"
"Kulit yang begitu halus dan muda, kalau dipukul hingga rusak lalu bagaimana mereka bisa melayani para tamu itu lagi nantinya?"
Orang-orang itu langsung berhenti dan salah satu dari mereka tersenyum dan berkata, "Karena kak Leopard sudah membuka mulut demi kalian maka aku akan mengampuni nyawa kalian!" "Kalau sampai lain kali aku tahu bahwa kalian tidak melayani tamu dengan baik, maka aku akan memotong kaki dan tangan kalian kemudian membuang kalian keluar untuk mengemis di jalanan sana!" Beberapa gadis itu tampak sangat ketakutan sekali sehingga mereka hanya bisa terus menangis.
Pria itu tampak sangat bangga dan puas lalu dia menunjuk ke arah gadis-gadis yang dikurung di dalam kandang besi itu. "Kalian semua sudah lihat, kan?"
masih
"Inilah akibatnya kalau tidak patuh!"
"Siapa dari kalian yang ingin menjadi seperti mereka juga?"
Tidak ada yang berani berbicara.
Ekspresi si pria itu bahkan tampak lebih puas lagi lalu dia menghampiri Leopard dan berkata dengan suara rendah, "Kak Leopard, ada beberapa anak baru yang baru saja tiba, apa kau ingin mencobanya?" Leopard meletakkan cangkir tehnya lalu berkata dengan perlahan, "Oke."
"Lagipula aku juga sedang menganggur. Coba kau bawa mereka semua ke sini, biar aku lihat
sebentar!"
Pria itu tersenyum lalu menganggukkan kepalanya. Dia baru saja akan pergi.
Pada saat ini, Reva mendorong pintunya hingga terbuka dan berjalan masuk.
Di bawah tatapan semua orang dia mengunci pintu di belakangnya.
Semua orang yang ada di ruangan itu terkejut. Dan pria yang barusan berbicara itu menunjuk ke Reva kemudian berkata, "Mau apa kau?" "Siapa kau?"
"Siapa yang menyuruhmu masuk?
Reva tidak menjawabnya. Dia langsung mengunci pintunya lalu menoleh kemudian menatap ke semua orang dengan acuh tak acuh. Leopard mengernyitkan keningnya, "Siapa ini?"
"Kenapa aku belum pernah melihatnya?"
Pria itu melambaikan tangannya, "Brengsek, apa kau tidak dengar kalau kak Leopard sedang bertanya kepadamu?"
"Kau mau cari mati?"
Orang-orang yang ada di depan pintu juga menatap Reva dengan dingin lalu berjalan ke arahnya selangkah demi selangkah. Reva melirik orang-orang ini kemudian akhirnya tatapannya jatuh kepada Leopard.
"Orang yang bisa ilmu bela diri kenapa bisa menjadi sampah seperti ini?"
Reva bertanya dengan dingin.
Leopard sangat marah sekali lalu dia bangkit berdiri dan menggebrak meja dengan marah, "Keparat, beraninya kau memakiku?" "Apa kau tahu siapa aku?"
Reva menggelengkan kepalanya. "Aku tidak perlu tahu siapa dirimu!"
"Aku hanya tahu bahwa kau akan segera mati!"
Leopard tertegun sejenak lalu mengangkat kepalanya dan tertawa dengan terbahak- bahak. "Eh bocah, kau ini benar-benar sudah gila yah!" "Kau bilang kau mau membunuhku? Atas dasar apa?"
"Brengsek, jangan sampai nantinya kau malah berlutut dan memohon ampun kepadaku!"