Chapter 377: Pembunuh Abnormal
Mata Deviana tidak bisa berhenti berkedip, dia benar-benar tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Vivi sendiri juga bereaksi sama. Ketika dia memberanikan diri untuk menyentuhnya, dia langsung tersentak. "Wow dingin sekali!"
Ketika dia melihat tangannya, gelas itu benar-benar membeku!
"Sudah silahkan menikmati." Randika lalu memberikan gelas itu kepada Vivi. Dengan senang hati dia menerima tawaran Randika. Pada saat yang bersamaan, Randika mengambil gelas Deviana sebelumnya dan menyulapnya menjadi minuman dingin.
"Kalau ini buatmu sayang, panas-panas begini enak minum yang dingin." Kata Randika sambil mengedipkan matanya.
Deviana hampir muntah darah. Sayang? Sejak kapan dia memanggilnya seperti itu?
Tetapi, ketika dia melihat minumannya yang dingin itu, tenggorokannya tergoda. Tanpa ragu-ragu, dia mengambil gelasnya dan meminumnya.
Untuk trik ini, Randika menggunakan tenaga dalamnya untuk menyerap suhu minumannya. Kemudian dia mengubah suhunya menjadi dingin.
"Omong-omong, apakah kalian tahu tentang kasus pembunuhan yang terjadi akhir-akhir ini?" Tanya Randika.
Deviana mengangguk. "Seluruh kepolisian sudah dikerahkan, tetapi sampai saat ini kami masih belum menemukan petunjuk. Perkembangan kasus ini benar-benar lambat."
Vivi juga menjawab. "Pembunuhnya ini sangat abnormal, kita sudah mengecek jenazah korban dan semuanya mengalami kekerasan seksual."
Kekerasan seksual? Randika menatap mereka dengan serius.contemporary romance
Deviana berkata dengan wajah jijik. "Bagiku itu bukan kekerasan, bagiku dia benar-benar menjijikkan dan tidak layak untuk hidup. Bisa-bisanya dia berhubungan badan dengan korban setelah dia membunuhnya."
Berhubungan seks dengan jenazah?
Randika benar-benar kehabisan kata-kata, kerutan di dahinya tidak bisa lebih keras lagi. Benar-benar abnormal dan menjijikkan. Memperkosa perempuan masih terbilang normal, tetapi memperkosanya setelah membunuhnya? Sepertinya pembunuhnya ini benar-benar memiliki kelainan yang serius.
Wajah Vivi menjadi khawatir. "Awal dari kasus ini sekitar sebulan yang lalu. Kita mendapatkan laporan bahwa ada seorang gadis SMA yang tidak pulang-pulang. Beberapa hari kemudian kita menemukan jenasahnya di tempat sampah."
"Pas ditemukan jantungnya sudah tidak ada." Deviana terdiam beberapa saat. "Menurut ahli forensik kita, pemotongannya benar-benar rapi."
Mendengar ini, Randika tidak bisa berhenti mengerutkan dahinya. Pembunuh ini tidak saja abnormal, tetapi memiliki kemampuan medis juga? Atau jangan-jangan dia sudah ahli dalam memotong organ?
"Teknik pembunuhan yang dilakukannya ini benar-benar membingungkan. Kita sudah menelitinya sejak lama tetapi kami tidak dapat menemukan apa-apa. Terlebih lagi, dia sepertinya menarget perempuan yang masih muda." Tambah Vivi.
Randika mengangguk, dia tidak menyangka pembunuh ini adalah pembunuh berantai yang abnormal dan pintar.
"Jika aku tahu sesuatu, aku akan memberitahumu." Kata Randika.
Deviana hanya mengangguk pelan.
Pada saat ini, HP Randika tiba-tiba bunyi.
Ketika dia melihatnya, ternyata Hannah yang menelepon.
Kenapa adik iparnya ini tiba-tiba menelepon?
Randika aslinya malas untuk mengangkatnya, mungkin adik iparnya ini ingin mengundangnya main. Tetapi… pura-pura tidak mengangkatnya benar-benar kejam jadi dia mengangkat teleponnya.
"Kak, kakak di mana? Kalau nganggur bagaimana kalau kakak nyusul aku di mall? Aku benar-benar kesepian nih." Di balik telepon, Hannah benar-benar bersemangat. Suara berisik mall dapat terdengar di balik telepon.
"Sudah main saja sendiri, aku sedang sibuk." Jawab Randika.
"Jangan gitu dong kak, aku benar-benar kesepian tidak ada kak Randika. Aneh saja sendirian di tempat ramai seperti ini."
Randika kehabisan kata-kata. Dia aslinya sibuk, dia sebentar lagi berusaha mencari kakak-kakak cantik dan menggoda mereka.
"Sudah cepat ke sini kak! Jika kakak datang, nanti aku kenalin teman-temanku yang cantik. Jangan khawatir, kak Inggrid tidak akan tahu." Kata Hannah.
Kenalin teman-temannya yang cantik?
Randika jelas tersenyum di dalam hatinya. Adik iparnya ini benar-benar memahami dirinya. Tetapi mengingat sifat dan sikap Hannah selama ini, pasti ada konspirasi di balik semua janji manisnya ini.
Tetapi jika dia menolak, adik iparnya ini akan tidur bersama dengan Inggrid lagi sebagai bentuk balas dendamnya.
"Han, aku benar-benar tidak bisa pergi." Jawab Randika dengan nada memelas. "Aku benar-benar sibuk dengan pekerjaanku, aku tidak bisa meninggalkan kantor seenak itu."
"Lho kak…. Jadi gitu kak Randika ya." Hannah terdengar sedih sekali. Tetapi, tiba-tiba dia berteriak. "Oh!"
"Kenapa?" Randika terkejut, jangan-jangan ada yang terjadi dengannya.
"Aku sepertinya demam, aku sepertinya perlu tidur dengan kak Inggrid lagi biar sembuh." Suara Hannah terdengar mengancam.
"Kamu ini ya, ya sudah tunggu aku." Akhirnya Randika mengalah.
"Yeii, kak Randika memang yang terbaik. Aku nunggu di depan pintu masuk ya." Nada Hannah kembali menjadi ceria, dia langsung menutup teleponnya.
Mendengarkan nada teleponnya, Randika tahu bahwa dia sudah termakan oleh jebakan Hannah. Sepertinya dia memang tidak bisa lepas dari genggaman adik iparnya itu.
Namun, Randika hanya bisa pasrah.
"Adikku." Randika menoleh ke arah Vivi dan Deviana. "Dia membutuhkan bantuanku, aku harus pergi sekarang."
Kedua perempuan itu mengangguk. Ketika Randika pergi, Vivi berbisik kepada Deviana. "Dev, kamu harus menjaganya dengan baik, jangan biarkan dia direbut oleh orang lain."
"Maksudmu apa?" Deviana menatapnya dengan tajam.
"Percayalah padaku, kamu akan menyesal kalau melepaskan dia." Vivi lalu tersenyum. "Aku tahu bahwa kamu menyukainya dan jangan coba-coba untuk berkata tidak padaku, aku bisa melihat dari cara kamu memandangnya."
Kedua perempuan ini membahas permasalahan cinta dan Randika berjalan menuju mall tempat Hannah berada.
Di sisi lain, Hannah menutup teleponnya dan tersenyum pada teman-temannya. "Sudah selesai."
"Han, kamu membohongi kakak iparmu lagi?" Tanya Stella.
Hannah hanya tersenyum, mukanya terlihat bangga. "Karena dia sedang nganggur, bukankah kewajibannya menyenangkan hati adik iparnya yang imut?"
Beberapa temannya lalu tertawa, mereka mulai jalan-jalan dan mengobrol. Stella juga menceritakan bagaimana kerennya Randika dalam bermain bola basket dan menyelamatkan dirinya dan Hannah ketika didatangi oleh beberapa anak nakal. Karena cerita Stella inilah, teman-temannya ingin melihat bagaimana rupanya Randika.
Ketika mereka mengobrol, salah satu dari mereka melihat sosok familiar. "Itu Roberto!"
Nama Roberto telah mengakar dalam di hati para mahasiswi di Universitas Cendrawasih. Dia adalah pria idaman semua perempuan. Ketika videonya dia bermain drama itu tersebar, semua perempuan tergila-gila dan hampir menyatakan perasaan mereka pada mahasiswa asing tersebut.
Oleh karena itu, sosok Roberto sudah sangat spesial di hati semua perempuan.
Sekarang, Roberto dan teman-temannya nampak sedang jalan-jalan santai.
"Wow, itu benar-benar dia!" Teriak mereka.
Hannah terlihat lebih dewasa dari mereka, meskipun begitu hatinya sudah berteriak tanpa henti.
Lelaki sempurna pasti menginginkan perempuan sempurna yang dewasa, maka dari itu Hannah berusaha bersikap selayaknya wanita dewasa.
Sebagai perempuan, kita harus membuat laki-laki mengejar kita, bukan sebaliknya!
Ketika Roberto berjalan menghampiri mereka, dia hanya tersenyum sekaligus berkata. "Wah kebetulan sekali bisa bertemu dengan kalian."
Hannah pura-pura bersikap dingin. "Iya, kebetulan sekali."
"Aku dan anak-anak mau main ke atas." Roberto menunjuk teman-temannya yang ada di belakangnya. "Apakah kalian ingin bergabung?"
done.co