Chapter Bab 78
Bab 78 Cluman Ganas Theo
Ketika Theo tiba di Vetro, yang lainnya sudah tiba.
Melihat jas dan dasi rapi yang dikenakan Theo, Carlos bertanya, “Kamu datang dari kantor?”
“Ya.”
“Ck, Istri sudah mau lari, untuk apa menghasilkan begitu banyak uang? Untuk dikubur bersamamu?”
“Apa hubungannya denganmu?”
Carlos mengumpat dalam hati, ‘Sialan, dia makan bom, ya!”
Theo duduk di samping Carlos dan di seberang ada Davin.
Theo mengangkat anggur yang dituangkan pelayan, lalu mengarahkan gelasnya ke arah Davin. Ketika dia bergerak, cairan di dalam gelas pun memancarkan sinar. “Suruh Kayla pindah dari apartemenmu.”
Mendengar ucapan Theo, Davin tidak kaget. Dia tidak melakukan hal jahat, jadi dia tidak berniat untuk menyembunyikan hal ini. “Theo, kamu sudah keterlaluan. Bagaimanapun, Kayla adalah seorang wanita, tengah malam begitu, membiarkannya berkeliaran di jalanan sambil membawa koper sangat berbahaya.
Wajah Theo ditutupi oleh bayangan. Ekspresinya sangat datar, dia berkata dengan tenang. “Ini adalah masalah rumah tangga kami. Davin, kamu nggak berhak ikut campur.”
Nada bicaranya datar, tetapi tersirat peringatan yang berat.
Davin mengerutkan keningnya dan senyuman di wajahnya pun menghilang. “Karena itulah kamu nggak boleh menggunakan trik berbisnis untuk menghadapinya.”
Ekspresi Theo berubah menjadi sangat suram. “Atas dasar apa kamu mengajariku cara memperlakukannya?”
Di tengah perseteruan mereka, suasana menjadi sangat mencekam.
Davin menatapnya sambil berkata dengan lantang. “Keluarga Warly dan Keluarga Sandio mempunyai hubungan bisnis. Aku dan Kayla sudah kenal lama, bisa dibilang aku adalah kakaknya.”
Alis Theo sangat dingin. Mendengar ucapan ini, dia pun tersenyum sinis. “Apa kamu yakin, kamu hanya menganggapnya sebagai adikmu?”
Suasana menjadi makin tegang, mereka seolah–olah akan bertengkar kapan saja. Saat ini, Carlos pun berdiri sambil menepuk bahu Davin. “Ayo temani aku pergi beli rokok.”
Alasan ini agak tidak masuk akal, masih ada beberapa bungkus rokok yang belum dibuka di atas meja. Kalau kurang, mereka bisa memintanya dari pelayan, tidak perlu pergi secara pribadi.
Namun, interupsi ini membuat suasana menjadi jauh lebih santal.
Davin berdiri dan mengikuti Carlos keluar. Setelah keluar dari kamar mandi, keduanya pergi ke teras. Carlos memberinya sebatang rokok sambil bertanya, “Kenapa kamu ikut campur dengan urusan Theo
dan istrinya?”
Meskipun Carlos tidak memahami apa yang terjadi, melalui perbincangan singkat itu, dia dapat menebak garis besar masalah.
Davin menjawab dengan tenang. “Aku nggak ikut campur, aku hanya meminjamkan apartemenku
kepada Kayla.”
Carlos menatapnya. “Kalau dia ingin bermain, biarkan dia bermain. Sekalipun kamu nggak ikut campur,
dia nggak akan membiarkan Kayla tidur di jalanan.”
Davin menyipitkan matanya sambil mengisap rokok. Setelah mengembuskan asap rokok, ekspresinya pun tertutupi oleh kabut rokok.
Dia tidak menghindari pandangan Carlos, tetapi juga tidak menjawab.
“Jelas–jelas kamu tahu Theo keberatan soal hubunganmu dengan Kayla. Kalau kamu ikut campur dalam
urusan rumah tangga mereka lagi, kalian mungkin akan putus hubungan.”
Carlos mengakhiri pembicaraan ini. “Akhir–akhir ini, suasana hati Theo agak buruk. Jangan dimasukkan
ke hati.”
Setelah seharian mengurusi pecahan vas, Kayla merasa agak lapar. Dia mengambil ponselnya dan
hendak memesan makanan.
20
Karena apartemen tidak mengizinkan penghuni memasak, dia jadi lebih repot.
Dia berjalan keluar sambil mengirim pesan kepada Davin. Sebelumnya Davin memintanya mengindentifikasi barang antik yang dibeli Harris, tetapi Davin sudah lama tidak membahas hal ini. Jadi, dia ingin memastikan apakah Davin lupa.
Begitu pintu dibuka, sesosok tubuh mengadangnya.
Kayla sedang menundukkan kepalanya untuk mengetik pesan. Ketika menyadari ada bayangan hitam yang mendekat, dia pun mundur beberapa langkah untuk menekan alarm di dinding. Orang itu juga mengikutinya berjalan masuk, lalu menutup pintu dengan kuat.
Sebelum dia sempat mengangkat matanya, orang itu sudah merampas ponselnya!
Detik berikutnya, terdengar suara familier dari atas kepalanya. “Kamu ingin menyuruh siapa datang
menyelamatkanmu?”
Kayla merasa lega. Dia mendelik orang itu dengan kesal. “Theo, apa kamu gila?”
+15 BONUS
Dia mengira ada preman yang hendak menyelinap masuk ke rumahnya, dia hampir mengambil pisau!
Kayla sangat lapar. Dia hanya ingin segera mengusir Theo agar bisa pergi makan. Dia mengulurkan tangannya untuk meraih ponsel yang diambil Theo. Ujung jarinya menyentuh ponsel hingga layar pun menyala. Theo menggerakkan tangannya, lalu ponsel itu menghantam pintu.
Theo menjepit tangan Kayla, lalu mencondongkan tubuhnya. Kini, tubuh Theo dipenuhi dengan bau alkohol dan matanya memerah karena mabuk. “Begitu bergantung pada Davin? Dialah orang pertama yang ingin kamu cari ketika mengalami bahaya?”
“Kamu ….” Tepat ketika Kayla hendak mengatakan sesuatu, Theo sudah menciumnya dengan penuh gairah. Theo bahkan tidak memberinya kesempatan untuk bernapas. Pada dasarnya Theo bukanlah pria yang lembut, kini matanya dipenuhi dengan amarah dan hawa nafsu.
Tenaga Theo sangat besar. Theo menekan bahu Kayla sambil mendorong tubuhnya ke dinding. Meskipun sudah berusaha sekuat tenaga, dia tetap tidak bisa melepaskan diri. Jadi, dia terpaksa
menerima ciuman ganas itu.
Ketika Kayla hendak membuka mulutnya untuk menggigit Theo, Theo sudah melepaskannya dengan
waspada, a
Melihat wajah marah Kayla, Theo pun tersenyum sinis. “Menurutmu kenapa aku datang ke sini?”
Kayla membelalakkan matanya. Dia dapat menebak apa yang akan Theo katakan…. Theo akan
mengatakan bahwa Davin–lah yang memberitahukan tempat ini.
Namun, Kayla malah berkata dengan yakin, “Davin nggak mungkin memberitahumu.”
Kayla memahami karakter Davin. Namun, begitu Kayla mengucapkan kata–kata ini, Theo menatapnya dengan tatapan yang tidak pernah dia lihat sebelumnya.
Seisi ruangan menjadi sangat sunyi…..
Setelah beberapa saat. Theo tersenyum tipis. Nada bicara Theo sangat santai, tetapi Kayla merasa bahunya seolah–olah akan diremukkan oleh Theo. Dia merasakan aura yang sangat mencekam.
Mata pria itu menjadi sangat tajam. “Kamu sungguh memercayainya.”
Setelah berkata demikian, dia mendekatkan bibirnya dan napasnya menjadi sangat berat. “Sepertinya
kamu belum mengenali identitasmu.”
“Klik.”
Kemudian, Kayla mendengar suara pengait tall pinggang yang dibuka….