Chapter Bab 76
Bab 76 Memaksanya Mengalah.
Setelah mengirim pesan, Kayla tidak menunggu balasan dari Theo. Dia langsung memblokir Theo dan membawa kopernya pergi meninggalkan perusahaan properti.
Sekarang adalah jam macet dan sulit untuk mencari taksi. Dia berencana untuk menginap di hotel sekitar dulu. Setelah mengemasi barang dan mencari rumah seharian, dia sudah kelelahan.
“Bip bip.”
Saat ini, sebuah SUV hitam berhenti di sampingnya.
Kayla menoleh dan melihat ke arah jendela mobil yang terbuka, lalu terlihat wajah tampan Davin.
“Kayla, ada apa denganmu?”
“Pindah rumah. Awalnya sudah sepakat untuk menandatangani kontrak pada pukul enam, tapi pemilik rumah tiba–tiba berubah pikiran.” Dia tidak keberatan untuk menunjukkan keterpurukannya kepada Davin. “Bagaimana denganmu, kenapa datang ke sini?”
Ada rumah sakit di seberang dan jalan ini dipenuhi dengan warung kecil. Selain agak kuno, jalanan juga sempit dan bangunan agak kumuh, tidak seperti tempat yang akan didatangi Davin.
Davin berkata, “Hari ini aku pergi mendaki gunung dengan teman–teman. Baru saja pulang…. Masuklah, di sini nggak boleh parkir mobil.”
Sebelum Kayla menolak, Davin sudah membuka bagasi.
Dia keluar dari mobil, lalu memasukkan koper Kayla ke dalam bagasi. “Mau pergi ke mana? Biar kuantar.”
Kayla baru saja memeriksa di internet dan mendapati bahwa hotel terdekat berjarak tiga kilometer dari posisinya sekarang. Dia pasti akan kelelahan kalau berjalan kaki. Jadi, dia pun masuk ke dalam mobil. Cari hotel terdekat saja.”
Davin mengendarai mobil sambil bertanya, “Bukannya kamu lumayan nyaman dengan rumah sebelumnya? Kenapa tiba–tiba pindah rumah?”
“Memang nyaman, tapi Theo sangat licik. Entah cara kotor apa yang dia gunakan untuk memaksa pemilik rumah menjual rumah itu.”
Ketika menyebut nama Theo, Kayla pun menggertakkan giginya dengan kesal. “Aku sudah mendapatkan. rumah baru dan akan segera melakukan serah terima, tapi dikacaukan oleh bajingan itu lagi. Dia
sungguh berengsek.”
Davin terdiam.
Sepertinya tidak ada seorang pun di dunia ini yang berani mengumpat Theo seperti ini.
+15 BONUS
Davin otomatis tersenyum. “Theo sangat keras kepala, dia hanya ingin kamu mengalah.”
Nada bicaranya sangat tegas. Dia sudah lama berteman dengan Theo dan sangat memahami karakter Theo. Seburuk apa pun suasana hati Theo, Theo tidak mungkin menindas seorang wanita.
Kayla tidak peduli dengan suasana hati Theo. Dia hanya tahu bahwa Theo membuatnya menjadi
tunawisma.
*Karena dia ingin aku mengalah, aku harus mengalah? Aku bukan ibunya, kenapa harus memanjakannya seperti itu?”
Apalagi, Theo–lah yang salah.
Davin melirik Kayla. Terlihat Kayla memanyunkan bibir merahnya dengan kesal. Kini, sekujur tubuhnya dipenuhi dengan api kemarahan.
Davin mengerutkan bibirnya, lalu menoleh ke depan lagi. Setelah ragu–ragu sejenak, dia pun berkata, ” Aku punya apartemen di dekat sini. Kalau kamu nggak keberatan, tinggallah di sana sampai kamu
menemukan rumah baru.”
Setelah dipikir–pikir, Kayla tahu bahwa dia tidak akan bisa menemukan rumah pengganti dalam waktu dekat. Kalau dia pindah ke hotel, dia mungkin akan diusir oleh Theo lagi. Bagaimanapun, Theo pernah melakukan hal seperti ini.
Meskipun dia tidak ingin merepotkan Davin, untuk saat ini, dia tidak punya pilihan lain.
Di hati Theo, wanita hanyalah pakaian dan Davin adalah sahabat. Dia pasti tidak akan mempersulit
sahabatnya demi Kayla.
“Terima kasih, aku akan membayar uang sewa.”
Davin tidak peduli soal uang, tetapi karena Kayla ingin membayar, dia pun tidak menolak.
Mobil berhenti di lantai bawah apartemen. Davin menunjuk ke sebuah jalan sambil berkata, “Ada banyak restoran di jalan itu dan ada mal di ujung jalan itu. Hanya saja apartemen ini nggak mengizinkan
penghuni untuk memasak.”
Kayla tidak keberatan. Biasanya dia sibuk bekerja dan pekerjaannya cukup menguras tenaga. Setelah sibuk seharian, jarl–jarinya sudah kaku sehingga dia sangat jarang memasak.
Davin membawa Kayla ke lantai dua puluh tujuh. Tempat ini adalah apartemen kelas atas yang hanya
terdiri dari beberapa unit rumah di setiap lantai. Dia tidak tinggal di sini, tetapi setiap minggu ada petugas kebersihan yang datang bersih–bersih, jadi apartemennya sangat terurus.
“Ada kebutuhan dasar di dalam lemari, semuanya masih baru dan sudah dicuci, bisa langsung dipakai.”
Kayla berkata, “Terima kasih.”
Karena mereka hanya berdua dan Kayla sudah menikah, Davin tidak nyaman tinggal lebih lama. “Beres-
© +15 BONUS
beres sana, aku pergi dulu. Kalau butuh sesuatu, kamu bisa meneleponku. Nanti aku akan memberikan nomor ponsel petugas kebersihan padamu. Kalau kamu nggak suka orang lain memasuki ruanganmu, cukup sampaikan padanya.
“Davin
Kayla menghentikannya. “Kamu sudah banyak membantuku. Bagaimana kalau aku mentraktirmu makan? Sebagai ucapan terima kasih… kalau kamu sudah makan, lain hari saja.”
Davin tersenyum. “Ayo pergi. Kebetulan setelah mendaki gunung seharian, aku sudah kelaparan.”
Karena ingin mentraktir Davin makan, Kayla memilih restoran makanan laut yang setara dengan status
Davin. Total makanan yang mereka pesan mencapai 3,36 juta.
Keduanya baru berjalan sampai kasir dan sudah mendengar suara riang wanita dari belakang.
“Kak!”
Hanya dengan mendengar suara, Kayla dapat mengenali orang di belakangnya dan suasana hatinya
menjadi sangat buruk.
Saat dia hendak berbalik, Viola sudah menggandeng tangannya dengan akrab. “Kak, kebetulan sekali!”
Meskipun dia sedang berbicara dengan Kayla, matanya tertuju pada Davin. Dia mengedipkan matanya
dengan centil sambil menyapa dengan lembut. “Kak Davin ….”
Dia sudah menunggu kabar dari Kayla selama beberapa hari, jangankan makan bersama dengan Davin,
Kayla bahkan tidak memberikan informasi kontak Davin kepadanya.
Namun, sepertinya Tuhan pun merasa dia ditakdirkan untuk menjadi pasangan Davin. Kota Bapura
sangat besar, bisa–bisanya mereka bertemu tanpa janjian!
Bukankah ini berarti Davin adalah takdirnya?
Davin memandang Kayla. “Siapa dia?”
Kayla segera memperkenalkan Viola. “Putri dari istri muda ayahku. Namanya Jalang.”
Davin terdiam.
Viola berkata dalam hati, ‘Jalang apaan!”
Namun, Kayla tetap terlihat tenang. Dia tidak terlihat seperti sedang bercanda.
Viola membuka mulutnya dengan canggung. “Kak Davin, kakakku asal ngomong, dia suka bercanda. Namaku Viola Sandio, baru saja kembali dari luar negeri. Kita pernah bertemu di sebuah pameran.”
Dia menoleh, lalu mendelik Kayla dengan galak sambil bergumam, “Kamu nggak menginginkan barang peninggalan ibumu lagi, ya!”
Setelah berkata demikian, dia kembali menatap Davin. “Meskipun aku dan kakakku memiliki ibu yang berbeda, kami sudah akrab sejak kecil. Hari ini biar aku yang traktir.”
Melihat Kayla tidak menjawab, Davin mengeluarkan ponselnya dan hendak membayar.
Namun, Kayla malah menarik lengan bajunya sambil berkata pada Viola, “Kalau begitu, bayar sana.”
Davin berkata dengan tidak berdaya, “Kayla, aku laki–laki. Mana boleh membiarkan wanita bayar.”
“Kalau uangmu berlebih, sumbangkan pada anak–anak yang membutuhkan. Karena dia ingin mentraktir kita, biarkan dia yang bayar.”
Akhirnya, Viola pun membayar tagihan makan!
“Kak Davin, kali ini aku sudah mentraktirmu. Lain kali gantian kamu yang mentraktirku.”
Kalau dia tidak mengajak Davin makan bersama setelah menghabiskan tiga jutaan, dia rugi besar!
Viola memandang Davin dengan mata berbinar, terlihat kegenitan dan kepolosan seorang gadis dari tatapan ini. Jika diperhatikan dengan saksama, mata Viola dipenuhi dengan sosok Davin, tatapan ini
bisa membuat seorang pria bangga.
“Kak Davin, saat bertemu di pameran kemarin… kakakku bilang dia akan memperkenalkan kita. Kukira
dia hanya bercanda, tak disangka, hari ini dia benar–benar mengajakmu keluar!”